REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petugas kepolisian memergoki perusahaan teknologi finansial berinisial PT AIC di Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut), mengolah foto asusila untuk menagih utang kepada debiturnya. PT AIC melakukan penagihan pinjaman online dengan modus penggunaan foto asusila hasil editan.
"Saat ini kami sedang gencar berpatroli siber dan juga ada laporan polisi tentang pinjol (pinjaman online) yang mengancam dan mengirimkan gambar-gambar asusila atau berbau pornografi kepada debitur untuk penagihan (utang)," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Auliansyah Lubis Auliansyah, usai penggerebekan di Jakarta Utara, Senin (18/10) malam.
Auliansyah mengonfirmasi foto asusila yang dikirimkan merupakan hasil olahan karyawan perusahaan itu sendiri. "Ya, itu hasil editan mereka," ujar dia.
Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya memimpin langsung penggerebekan kantor di area Ruko Gading Bukit Indah, Jalan Raya Gading Kirana, Kelurahan Kelapa Gading Barat sekitar pukul 19.30 WIB. Penggerebekan dilakukan karena adanya laporan masyarakat kepada polisi terkait perusahaan yang berbisnis pinjaman dalam jaring (daring), namun meresahkan saat melakukan penagihan utang.
Saat tiba di kantor perusahaan yang dimaksud, Auliansyah menemukan ada tiga lantai ruko yang beroperasi. Lantai pertama berfungsi sebagai lobi yang dari luar tampak tertutup, lantai dua berfungsi sebagai tempat penagihan secara halus dan tempat pengingat (reminder) tenggat waktu peminjaman.
Sedangkan tempat yang digunakan untuk penagihan dengan cara-cara kekerasan, pengancaman dan pornografi itu ada di lantai tiga. Area kantor lantai dua tampak meja berderet berisi puluhan komputer yang tampak menyala, di layarnya terlihat daftar nomor WhatsApp korban beserta status pelunasan dan tenggat waktu pelunasan.
Sementara di lantai tiga juga ada meja-meja berderet dan komputer yang menyala, namun tampak layarnya menampilkan halaman berbeda. Yakni foto-foto asusila milik korban yang diduga hasil olahan (editing) dan peminjam dengan status pembayaran tertunda.
Di lantai tersebut, ada empat orang yang bekerja dan saat ini sedang dimintai keterangannya lebih lanjut oleh polisi. Satu orang berinisial S, sebagai karyawan administrasi umum yang mengaku hanya bertugas menyediakan alat tulis kantor dan kebutuhan kerja karyawan.
Sejumlah karyawan lain yang ikut diperiksa adalah satu orang karyawan bagian penagihan (collecting) berinisial S, seorang supervisor telemarketing dan seorang lagi karyawan mengaku bagian pemasaran dan tenaga pendukung untuk penagihan. Kepada wartawan, S, karyawan bagian penagihan mengaku terpaksa melakukan segala cara, termasuk melakukan teknik olah foto untuk mengejar target dari bos perusahaan yang saat ini masih dalam pengejaran.
Jadi, katanya, belum semua yang terlibat di perusahaan terpergok oleh polisi karena kantor tersebut menerapkan bekerja di rumah (Work From Home/ WFH). Untuk memfasilitasi WFH, manajemen perusahaan memberikan modem kepada karyawannya masing masing yang bekerja di rumah.
Semua karyawan totalnya sekitar 78 orang. Adapun pelanggan perusahaan pinjaman daring tersebut diperkirakan mencapai 8.000 orang.