Selasa 12 Oct 2021 14:42 WIB

Usul Pembubaran Densus 88 Perlu Disikapi Bijak

Usulan pembubaran Densus 88 sebaiknya menjadi momentum evaluasi Densus 88.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Personel kepolisian bersenjata berjaga saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan di bekas markas Front Pembela Islam (FPI), Petamburan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Personel kepolisian bersenjata berjaga saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan di bekas markas Front Pembela Islam (FPI), Petamburan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya meminta usulan pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri disikapi bijaksana. Menurutnya, usulan tersebut sebaiknya menjadi momentum evaluasi Densus 88.

Harits menyarankan Komisi III DPR RI melakukan evaluasi terhadap Densus 88. Sebab Komisi III lah yang khusus membidangi persoalan terkait kinerja kepolisian, termasuk Densus 88 di dalamnya.

"Tentu diperlukan evaluasi yang komprehensif menyangkut soal transparasi keuangan, akuntabilitasnya, sampai persoalan-persoalan praktik pencegahan dan penindakan dalam kasus terorisme," kata Harits dalam keterangan kepada Republika.co.id, Selasa (12/10).

Harits menilai, evaluasi tersebut bisa melahirkan rekomendasi demi perbaikan Densus 88 itu sendiri. "Dari sana bisa diharapkan keluar rekomendasi yang layak untuk jadi bahan masukan terhadap Presiden dan khususnya terhadap Polri," lanjut Harits.

Harits juga menilai, evaluasi terhadap Densus 88 wajar dilakukan guna merespons kritik dari masyarakat. Ia meyakini kritik itu sebenarnya ditujukan demi perbaikan Densus 88.

"Ini menjadi catatan yang perlu perhatian untuk mengkaji secara obyektif dan jujur untuk menemukan jawaban kenapa sampai muncul kritik," ucap Harits.

Apalagi sempat muncul kritik bahwa tindakan Densus 88 dalam memberangus terorisme malah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Terakhir, Amnesty International Indonesia menilai Densus 88 melanggar HAM ketika meringkus eks petinggi Front Pembela Islam/FPI Munarman.

"Prinsipnya kita tidak sepakat dan menolak segala bentuk terorisme di bumi NKRI. Tapi juga menolak segala bentuk tindakan yang melampaui batas UU dan HAM dengan dalih memberantas terorisme," tutur Harits.

Terakhir, Harits menekankan setiap institusi termasuk Densus 88 harus menjujung tinggi objektivitas dan transparasi karena prinsip keterbukaan yang dianut pascareformasi. Sehingga menurutnya, Densus 88 tak perlu khawatir bila dievaluasi. "Tidak ada lembaga yang super power nirkritik dari publik," ujar Harits.

Sebelumnya, Fadli Zon meminta Densus 88 dibubarkan akibat menggunakan narasi berbau Islamofobia dalam menunaikan fungsinya. "Narasi semacam ini tak akan dipercaya rakyat lagi, berbau Islamofobia. Dunia sudah berubah, sebaiknya Densus 88 ini dibubarkan saja. Teroris memang harus diberantas, tapi jangan dijadikan komoditas," demikian cuitan Fadli di akun Twitter-nya, Rabu (6/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement