Kamis 07 Oct 2021 19:46 WIB

BPJS Kesehatan Seleksi Fasilitas Kesehatan

Komitmen BPJS Kesehatan memastikan peserta JKN KIS peroleh pelayanan berkualitas

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Budi Raharjo
Petugas melayani peserta BPJS Kesehatan dengan tanpa tatap muka di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/10). BPJS Kesehatan melakukan inovasi pelayanan tanpa tatap muka dengan program Pelayanan Administrasi Melalui Whatsapp (Pandawa) untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan mempermudah pelayanan bagi peserta.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika
Petugas melayani peserta BPJS Kesehatan dengan tanpa tatap muka di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (19/10). BPJS Kesehatan melakukan inovasi pelayanan tanpa tatap muka dengan program Pelayanan Administrasi Melalui Whatsapp (Pandawa) untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan mempermudah pelayanan bagi peserta.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan melakukan seleksi melalui proses kredensialing dan rekredensialing bagi fasilitas kesehatan (faskes) yang hendak menjalin kerja sama sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Khusus untuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang akan bekerja sama di tahun 2022, BPJS Kesehatan akan melakukan kredensialing dan rekredensialing pada bulan Oktober-Desember 2021 di seluruh Indonesia.

Ketentuan seleksi faskes melalui kredensialing dan rekredensialing ini telah diselaraskan dengan PP Nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan.

“Salah satu komitmen BPJS Kesehatan adalah memastikan peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, profesional, dan memuaskan. Oleh karena itu, sebagai bentuk kepatuhan dalam regulasi, seleksi faskes mutlak dilakukan dan wajib dipenuhi oleh faskes yang akan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Selain itu juga menyesuaikan dengan regulasi terbaru dan mengadaptasi era kebiasaan baru,” ujar Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Lily Kresnowati, Kamis (7/10).

Adapun, persyaratan administrasi yang mutlak dipenuhi adalah perijinan, izin praktik tenaga medis, akreditasi dan Nomor Pengguna Wajib Pajak (NPWP) faskes. Sementara, kriteria teknis yang menjadi pertimbangan BPJS Kesehatan untuk menyeleksi faskes yang bekerja sama antara lain sumber daya manusia (tenaga medis yang kompeten) dan lingkup pelayanan, kelengkapan sarana dan prasarana (termasuk sarana tempat tidur), sistem, prosedur dan administrasi, serta evaluasi kerja sama (untuk rekredensialing).

Pelaksanaan seleksi faskes ini melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, Asosiasi Fasilitas Kesehatan dan Asosiasi Profesi. Untuk mempercepat dan mempermudah proses kerjasama dengan fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan membangun satu aplikasi bernama Health Facilities Information System (HFIS).

Aplikasi ini berbasis website, mudah diakses melalui internet publik dan proses dalam mengajukan kerja sama dapat dimonitor secara transparan. Dalam aplikasi HFIS, faskes dapat dengan mudah meng-upload data-data yang merupakan syarat kerja sama. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan seluruh faskes yang melayani peserta JKN-KIS berkualitas dan sesuai dengan aturan yang ada.

Tren kerja sama faskes yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan meningkat setiap tahunnya. Sampai dengan bulan Agustus 2021 jumlah FKTP kerja sama adalah 22.794 dan FKRTL kerja sama sampai Agustus 2021 adalah 2.561 FKRTL (2.308 RS dan 245 Klinik Utama). Khusus untuk FKRTL, bila dilihat dari jenis kepemilikan, 61 persen FKRTL adalah milik swasta (perorangan dan grup), sementara jika dilihat dari jenis pelayanan sebanyak 80 persen adalah RS Umum dan dari aspek klasifikasi RS, sebanyak 48 persen adalah RS Kelas C.

Lily juga menekankan terkait etika pemberian pelayanan kesehatan selama pandemi serta upaya yang harus dilakukan faskes untuk pencegahan kecurangan. Menurut Lily, kecurangan dalam pemberian layanan kesehatan tentu tidak hanya berdampak bagi kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tetapi juga berdampak kepada peserta maupun fasilitas kesehatan itu sendiri.

“Diharapkan potensi-potensi kecurangan tersebut dapat kita minimalisir dan pelayanan kesehatan kepada peserta dapat berjalan dengan optimal. Selain itu di masa pandemi Covid-19 dan memasuki era kebiasaan baru, perlu adanya pemahaman yang sama tentang etika pemberian layanan kesehatan, baik oleh BPJS Kesehatan, faskes, peserta serta pihak-pihak terkait,” kata Lily.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement