Senin 11 Oct 2021 02:27 WIB

BNPT Siap Fasilitasi Pihak tak Percaya Terorisme ke Lapas

Di Lapas, pihak yang tidak percaya bisa bertemu dan berkomunikasi dengan narapidana.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) siap berdiskusi dan memfasilitasi oknum yang tidak percaya radikalisme dan terorisme di Indonesia untuk bertemu narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan (lapas). Ilustrasi
Foto: Foto : MgRol_92
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) siap berdiskusi dan memfasilitasi oknum yang tidak percaya radikalisme dan terorisme di Indonesia untuk bertemu narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan (lapas). Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) siap berdiskusi dan memfasilitasi oknum yang tidak percaya radikalisme dan terorisme di Indonesia untuk bertemu narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan (lapas). "Supaya kita dapat sama-sama menyaksikan dan berkomunikasi langsung bahwa ini nyata dan tidak rekayasa," ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid di Jakarta, Ahad (11/10).

Nurwakhid mengemukakan hal itu menanggapi pihak yang menilai isu terorisme dan radikalisme sudah menjadi komoditas bisnis dan politik. Bahkan, mereka menuntut pembubaran BNPT dan Densus 88 Polri.

Baca Juga

"Kalau ada yang mengatakan terorisme sudah tidak relevan lagi, atau hanya menjadi ajang politik, itu salah dan tidak mendasar," katanya.

Alumni Akpol 1989 itu mengatakan, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 sampai saat ini, Densus 88 dan BNPT sudah berhasil mencegah atau menggagalkan lebih dari 1.350 tersangka terorisme yang akan melakukan aksinya. "Intinya, radikalisme dan terorisme masih ada, mengancam dan membahayakan eksistensi ideologi negara Pancasila maupun integrasi NKRI," tegasnya.

Menurutnya, potensi radikalisme tetap harus diwaspadai. Hasil survei tahun 2020 menunjukkan bahwa indeks potensi radikalisme di Indonesia masih berkisar 12,2 persen. Indikatornya, jelas Nurwahid, ditunjukkan dengan pemikiran dan sikap anti-Pancasila, pro khilafah, eksklusif, intoleran, anti budaya dan kearifan lokal.

Selain itu juga membenci pemerintah dengan menyebarkan hoaks, adu domba dan fitnah yang dapat memecah belah masyarakat, dan membangun ketidakpercayaan masyarakat kepada pemimpin atau pemerintahan yang sah. Namun, lanjut Nurwakhid, hasil survei itu masih menggembirakan karena lebih dari 87,8 persen masyarakat menolak dengan tegas radikalisme dan terorisme.

"Nah, 87,8 persen masyarakat moderat tersebut sedang dan akan kita vaksinasi ideologi supaya imun dan terjaga dari paparan radikalisme dan terorisme," katanya.

Sedangkan yang 12,2 persen potensial radikalisme akan diberikan moderasi berbangsa dan beragama melalui strategi kontraradikalisasi berupa kontranarasi, kontraideologi, dan kontrapropaganda. Untuk itu, Nurwakhid mengajak dan mendorong seluruh elemen bangsa terutama masyarakat moderat untuk aktif membangun narasi-narasi perdamaian, persatuan, toleransi, cinta tanah air dan bangsa untuk membangun harmonisasi bangsa menuju Indonesia yang aman, damai dan maju.

Sementara terhadap mereka yang sudah menjadi tersangka, terdakwa, terpidana maupun mantan narapidana tindak pidana terorisme termasuk keluarganya diberikan program deradikalisasi oleh pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement