Wahyu mengatakan saat sudah terjerat pinjol, biasanya perempuan tidak lepas dari adanya pelabelan atau stigma dari masyarakat. Beberapa stigma yang kerap muncul, menurut dia, antara lain dianggap tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, dianggap konsumtif, tukang utang dan lainnya.
Stigmatisasi yang muncul tersebut menjadikan perempuan korban pinjol tertekan hingga bunuh diri karena tidak kuat menahan malu. Adanya warga yang terjerat pinjol ini menunjukkan sistem sosial (supporting system) di masyarakat tidak bekerja.
Korban merasa sendiri dan buntu di tengah desakan ekonomi, namun masyarakat tidak memberikan dukungan. Oleh sebab itu, ia menekankan perlunya memperkuat supporting system di lingkungan masyarakat.
Saat ada salah satu warga yang terjerat pinjol diharapkan tetangga dapat memberikan dukungan atau bantuan dalam mencari solusi. "Masyarakat bisa menginisasi gerakan bersama menghadapi krisis saat pandemi termasuk persoalan ekonomi seperti pinjol dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil. Kalau ini tidak dilakukan akan banyak yang tertekan. Solidaritas sosial penting," kata dia.
Wahyu menjelaskan perempuan memang rentan menjadi korban tindak kriminalitas, apalagi di era teknologi saat ini karena hingga saat ini masih ada gap penguasaan teknologi diantara laki-laki dan perempuan. Pandemi Covid-19 mengubah seluruh aspek kehidupan dari aktivitas luring menjadi daring.