Rabu 06 Oct 2021 17:06 WIB

Preseden Buruk dari Rencana Booster Guru di Bekasi

Rencana vaksin dosis ketiga di Kota Bekasi wujud buruknya tata kelola vaksin.

Petugas medis menunjukkan vaksin Moderna saat vaksinasi dosis ketiga untuk tenaga kesehatan. Keinginan Wali Kota Bekasi memberikan booster atau vaksin dosis ketiga ke tenaga pendidik dinilai tidak sesuai aturan Pemerintah.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Petugas medis menunjukkan vaksin Moderna saat vaksinasi dosis ketiga untuk tenaga kesehatan. Keinginan Wali Kota Bekasi memberikan booster atau vaksin dosis ketiga ke tenaga pendidik dinilai tidak sesuai aturan Pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Uji Sukma Medianti, Dian Fath

Keinginan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengalokasikan vaksin Covid-19 dosis ketiga bagi guru dan tenaga pendidik dipertanyakan. Pasalnya, Pemerintah secara resmi hanya mengizinkan vaksin dosis ketiga atau booster bagi tenaga kesehatan saja.

Baca Juga

Alasan Rahmat bahwa lebih baik memberikan suntikan Pfizer dan Moderna bagi tenaga pendidik daripada vaksinnya kedaluwarsa pun tidak tepat. Inisiatif tersebut justru menunjukkan buruknya kemampuan distribusi vaksin.

Tim LaporCovid-19, Amanda Tan, menilai, vaksin yang akan kedaluwarsa seharusnya diberikan kepada daerah-daerah yang sedang mengalami kekurangan vaksin dengan cakupan vaksin yang masih rendah. “Vaksin yang sudah mendekati kedaluwarsa melimpah di kota Bekasi juga menunjukan distribusi yang serampangan oleh Kementerian Kesehatan,” terang Amanda, melalui keterangan tertulis, Rabu (6/10).

Vaksin Pfizer dan Moderna memang membutuhkan perlakuan khusus. Pemerintah juga sudah sejak lama merencanakan program vaksinasi dan akan menggunakan dua jenis vaksin tersebut.

Sudah selayaknya Kementerian Kesehatan perlu mempersiapkan logistik pendukung yang menunjang vaksin dengan penanganan khusus kepada daerah di luar kota Bekasi. Pemberian vaksin dosis ketiga sendiri sebetulnya belum direkomendasikan oleh WHO, dengan alasan ketersediaan vaksin secara global masih terbatas. “WHO menyatakan bahwa pemberian vaksin dosis ketiga ketika masih banyak populasi yang kesulitan mendapatkan dosis 1 dan 2 melanggar prinsip vaccine equity sehingga dapat menyebabkan ketimpangan akses vaksin di tingkat nasional,” tutur dia.

Pemberian vaksin dosis ketiga kepada tenaga pendidik dan guru oleh Pemerintah Kota Bekasi juga bisa menjadi preseden buruk dan apabila tidak segera dievaluasi maka kemungkinan akan diikuti oleh pemerintah kota/kabupaten lain. Praktik buruk yang menimbulkan ketimpangan distribusi vaksin ini jelas melanggar ketentuan hukum UU Kesehatan, UU Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Wabah Penyakit Menular yang menjamin kesetaraan setiap orang mengakses vaksinasi dalam rangka penanggulangan kedaruratan kesehatan.

Pemerintah Kota Bekasi dinilai berpotensi melangkahi instruksi Kementerian Kesehatan terhadap ketentuan pemberian vaksinasi dosis ketiga. “Pemerintah Kota Bekasi berpotensi melangkahi instruksi Kementerian Kesehatan terhadap ketentuan pemberian vaksinasi dosis ketiga selain tenaga kesehatan,” kata Amanda.

Amanda menuturkan pemberian vaksinasi dosis ketiga selain ke tenaga kesehatan sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Pengakuan sejumlah pejabat kepada presiden Joko Widodo yang terekam ketika meninjau vaksinasi di SMPN 22 Kota Samarinda, Kalimantan Timur pada 24 Agustus 2021 menunjukkan bahwa sejumlah pejabat juga sudah mendapatkan vaksin dosis ketiga. Hal ini tentu menyalahi prinsip keadilan, karena masih banyak kelompok rentan yang belum mendapatkan vaksin.

Saat ini capaian vaksinasi di Kota Bekasi per 4 Oktober 2021 sendiri mencapai 66,39 persen untuk dosis pertama dan 46,15 persen untuk dosis kedua. Capaian vaksinasi untuk lansia di Kota Bekasi juga masih rendah, yakni 41,78 persen untuk dosis pertama dan dosis kedua 31,35 persen.

Seharusnya, Pemerintah Kota Bekasi dapat memprioritaskan pemberian vaksin dosis ketiga tersebut kepada lansia yang belum mendapatkan vaksin dosis pertama maupun dosis kedua. “Di tengah capaian yang rendah, khususnya pada lansia, Pemerintah Kota Bekasi justru memberikan vaksin dosis ketiga kepada guru dan tenaga pendidik dengan justifikasi agar kuota vaksin yang tersedia tidak kedaluwarsa,” terangnya.

LaporCovid-19 juga menemukan daerah sekitar Kota Bekasi masih rendah cakupan vaksinasinya. Kabupaten Bekasi 59,29 persen untuk dosis pertama, Kabupaten Karawang 50,72 persen, Purwakarta 50,72 persen dan Kabupaten Subang 29,87 persen.

Selain itu, terdapat kota dan kabupaten di Jawa Barat yang sudah kekurangan stok vaksin. Seperti Kabupaten Tasikmalaya yang stok vaksinnya akan habis dalam tiga hari, Kabupaten Ciamis habis dalam empat hari dan Kabupaten Pangandaran hanya tersisa vaksin untuk enam hari.

Sebelumnya, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, menyebut vaksinasi guru merupakan upaya preventif yang dilakukan pemda mengingat pembelajaran tatap muka sudah berjalan. "Kita preventif booster lah untuk nakes dan buat guru. Tidak harus tunggu  Kemmenkes. Kita kan inisiatif nih, supaya vaksin tidak kedaluwarsa," terangnya.

Menanggapi keinginan Pemkot Bekasi, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menegaskan booster atau dosis ketiga vaksin Covid-19 saat ini difokuskan kepada tenaga kesehatan. Hingga kini, jumlah nakes yang telah menerima booster vaksin mencapai 960.360 suntikan.

"Dosis ketiga hanya untuk nakes saat ini," tegas Nadia kepada Republika, Senin (4/10).

Booster vaksin diberikan bagi tenaga kesehatan yang telah mendapatkan dosis pertama dan kedua. Total sasaran vaksinasi untuk kelompok ini 1.468.764 orang.

Vaksinasi dosis ketiga untuk nakes ini diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor: HK.02.01/1/1919/2021. Pemerintah tak membolehkan kelompok di luar tenaga kesehatan disuntikkan vaksin dosis ketiga.

Vaksin dosis ketiga untuk tenaga kesehatan menggunakan merek Moderna. Alasannya, Moderna memiliki efikasi yang lebih tinggi daripada merek vaksin yang beredar saat ini.

photo
Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement