Senin 04 Oct 2021 12:44 WIB

MAKI Lapor ke Kejakgung Soal Bendera HTI di KPK

MAKI melaporkan jaksa di ruangan tersebut karena dinilai melanggar kode etik.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Mas Alamil Huda
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan pengibaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di gedung KPK pada 2019 lalu, kembali jadi sorotan setelah pemberhentian pegawai KPK. Pengibaran bendera HTI ini juga menjadi pangkal isu Taliban di KPK. Terkait itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan jaksa di ruangan tersebut karena dinilai melanggar kode etik.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan, berdasar keterangan KPK, di lantai 10 adalah ruang penuntutan dari Jaksa yang bertugas di KPK. "Artinya pembawa dan penyimpan bendera tersebut adalah diduga jaksa dari Kejaksaan Agung yang ditugaskan di KPK," ungkap Boyamin, dalam keterangannya, Senin (4/10).

Atas polemik bendera tersebut, Boyamin menilai patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut. "Patut diduga jaksa telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin PNS sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS," terangnya.

Menurut Boyamin, meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK, namun Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejakgung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik jaksa dinmanapun bertugas. "Berdasarkan hal-hal tersebut, kami menyampaikan permohonan dilakukan pemeriksaan sesuai tata acara di Jamwas Kejagung," katanya.

Dan apabila ditemukan fakta, unsur, dan bukti dugaan pelanggaran kode etik, MAKI berharap kepada yang bersangkutan diberikan sanksi sesuai derajat pelanggaran atas peristiwa tersebut. Boyamin berharap laporan MAKI ini dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Baca juga : Mensos Risma Sudah Minta Maaf ke Istri Gubernur Gorontalo

"Berdasar Kode Etik Jaksa, Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Sumpah Jabatan, Undang Undang Nomor Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku lainnya," tegasnya.

Sebelumnya isu Taliban dan radikalisme di KPK menguat dan menjadi salah satu alasan pemberhentian pegawai KPK saat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Belakangan pemberhentian 57 pegawai KPK yang tidak lolos TWK justru menguatkan penyingkiran pegawai KPK, sedangkan isu Taliban dan radikalisme dinilai hanya menjadi alasan faktor pemberhentian mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement