Jumat 01 Oct 2021 22:06 WIB

Kemenkumham Sempurnakan 14 Isu Kontroversial dalam RKUHP

Tim ahli pemerintah masih melakukan kajian naskah RUU tersebut

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej, menyatakan im ahli pemerintah masih melakukan kajian naskah RUU tersebut
Foto: Dok Kemenkumham
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej, menyatakan im ahli pemerintah masih melakukan kajian naskah RUU tersebut

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, pihaknya saat ini terus menyempurnakan poin-poin yang berada di dalam RKUHP, termasuk 14 isu kontroversial yang menuai polemik pada 2019.

 "Sampai saat ini, tim ahli pemerintah terus melakukan kajian dan menyempurnakan naskah RUU tersebut. Nah, paling tidak terhadap 14 isu yang menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat," ujar pria yang akrab disapa Eddy itu dalam diskusi daring, Jumat (1/10).

Baca Juga

Ia menyampaikan, sejumlah isu yang menjadi polemik dalam RKUHP pada 2019, beberapa di antaranya pasal penghinaan presiden, kumpul kebo, penistaan agama, hingga aborsi. Hingga saat ini, Kemenkumham telah melakukan sosialisasi ke 12 kota.

"Kami selalu melakukan diskusi secara terbatas mengenai isu-isu tertentu dengan teman-teman koalisi masyarakat sipil, maupun stakeholders lainnya. Tidak lain dan tidak bukan dalam rangka untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ujar Eddy.

RKUHP disebutnya akan menerapkan keadilan restoratif atau restorative justice. Nantinya, pihaknya juga akan membuat pedoman pemidanaan penjara, agar penjatuhan pidana nantinya tak semua berakhir di dalam bui.

"Dalam titik yang paling ekstrem, kalaupun hakim harus menjatuhkan pidana penjara, maka satu hal yang baru RUU KUHP itu apa yang kita sebut sebagai yaitu pedoman pemidanaan," ujarnya.

Kemenkumham, kata Eddy, nantinya membuat pedoman pemidanaan. Di dalamnya, setidaknya ada 15 poin yang berisi kriteria-kriteria untuk menjatuhkan pidana penjara.

"Mengenai berapa lama seseorang harus mendekam dalam penjara, itu pun ada kriteria-kriterianya, tetapi paling tidak RUU KUHP ini betul-betul dia sudah mengadopsi paradigma hukum pidana modern dan reintegrasi sosial," ujar Eddy.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement