Jumat 01 Oct 2021 16:17 WIB

Wamenkumham: Penjara tak Lagi Prioritas dalam RKUHP

Kerja sosial bagi tersangka dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej.
Foto: Dok Kemenkumham
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan menjawab tantangan masa depan terkait hukum. Salah satunya, penerapan keadilan restoratif atau restorative justice dalam penjatuhan pidana.

"Bilamana tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif, tetapi sudah berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif," ujar pria yang akrab disapa Eddy itu dalam sebuah diskusi daring, Jumat (1/10).

Satu contoh yang disampaikannya adalah hukuman penjara yang menjadi putusan akhir dalam penjatuhan pidana. Nantinya, akan mendahulukan pidana denda, pidana kerja sosial, pidana pengawasan, atau pidana percobaan.

"Ketika ada orang yang melakukan satu tindak pidana, maka penjatuhan pidana khususnya pidana penjara meskipun masih merupakan pidana pokok, tetapi dia (pidana penjara) bukan lagi primadona," ujar Eddy.

Jika ancaman pidana itu tidak lebih dari 4 tahun terhadap seseorang, maka hakim akan menjatuhkan pidana kerja sosial. Kalau ancaman itu tidak lebih dari 2 tahun, maka bisa pidana pengawasan, dan jika di bawah 1 tahun bisa pidana percobaan dan diutamakan pidana denda.

"Dalam titik yang paling ekstrem, kalaupun hakim harus menjatuhkan pidana penjara, maka satu hal yang baru RUU KUHP itu apa yang kita sebut sebagai pedoman pemidanaan," ujar Eddy.

Kemenkumham, kata Eddy, nantinya akan membuat pedoman pemidanaan. Di dalamnya, setidaknya ada 15 poin yang berisi kriteria-kriteria untuk menjatuhkan pidana penjara.

"Mengenai berapa lama seseorang harus mendekam dalam penjara, itu pun ada kriteria-kriterianya, tetapi paling tidak RUU KUHP ini betul-betul dia sudah mengadopsi paradigma hukum pidana modern dan reintegrasi sosial," ujar Eddy.

Badan Legislasi (Baleg) DPR menetapkan sebanyak 37 RUU masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 dalam rapat paripurna hari ini. Sebanyak empat RUU ditambah ke dalamnya, yang sebelumnya berjumlah sebanyak 33 RUU.

Tiga RUU usulan pemerintah adalah revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (RUU PAS), revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dan evisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sedangkan satu RUU usulan DPR, yakni revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement