Kamis 30 Sep 2021 16:36 WIB

Airlangga-Cak Imin Dinilai Duet Nasionalis-Religius di 2024

Golkar disarankan jadi leader, bukan follower di Pilpres 2024 mendatang.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua Umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Muhaimin Iskandar (kanan) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) berbincang saat melakukan pertemuan di DPP Partai PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta, Rabu (4/7).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Ketua Umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Muhaimin Iskandar (kanan) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) berbincang saat melakukan pertemuan di DPP Partai PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta, Rabu (4/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Jawa Timur, Surokim Abdussalam menilai silaturahim politik yang dilakukan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin merupakan hal yang biasa. Hal tersebut bisa menjadi ajang menyamakan frekuensi menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Peluangnya juga besar, karena keduanya merupakan ketua umum partai. Istilahnya, masing-masing adalah pemegang tiket ke Pilpres," ujar Surokim saat dihubungi, Kamis (30/9).

Koalisi antara Partai Golkar dengan PKB dinilainya dapat mengajukan calon presiden dan wakil presidennya sendiri. Mengingat jumlah perolehan kursi kedua partai di DPR telah melebihi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Saat ini, Partai Golkar memiliki 85 kursi di DPR atau 12,31 persen dan PKB memiliki 58 kursi di DPR atau 9,69 persen. Jika berkoalisi, maka jumlah kursinya mencapai 143 kursi di DPR," ujar Surokim.

Namun ia menilai, jauh lebih baik bila tak hanya Partai Golkar dan PKB yang berkoalisi. Ia menilai koalisi keduanya perlu menambah rekan dari partai lain, misalnya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Duet Airlangga-Muhaimin ini bisa menjadi pilihan alternatif di antara polarisasi politik efek dari Pilpres 2019. Namun kuncinya, ketua umum kedua partai itu menaikkan elektabilitasnya, karena keduanya bisa mewakili kelompok nasionalis-religius," ujar pengamat politik dari Surabaya Survei Center (SSC) itu.

Ia menilai, pelaksanaan Pilpres yang bersamaan dengan pemilu legislatif (Pileg) 2024, diyakini akan mempengaruhi perolehan kursi parlemen. Karena adanya efek ekor jas atau coattail effect, sehingga hampir setiap partai koalisi akan berebut untuk memaksakan kadernya menjadi capres atau cawapres.

"Induk dari poros koalisi itu adalah PDI Perjuangan, Gerindra, dan Golkar. Ketiga partai ini memiliki tradisi memimpin koalisi dan ikut kontestasi kepemimpinan nasional," ujar Surokim.

Bila Partai Gerindra berkoalisi dengan PDIP, seperti wacana yang hadir dalam beberapa waktu terakhir, ia menilai akan hadir poros ketiga koalisi. Partai Golkar sebagai salah satu induk koalisi harus memiliki peranan besar dalam membangun koalisi.

"Airlangga Hartarto sebagai Ketum Golkar harus bisa memaksimalkan peluang ini. Golkar harus jadi leader, jangan jadi follower," ujar Surokim.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar melakukan pertemuan nonformal dengan jalan bersama, di kawasan SCBD Jakarta, Sabtu (25/9). Airlangga tak menjawab lugas soal kemungkinan menjalin koalisi Golkar-PKB untuk 2024.

Dalam pertemuan tersebut, Airlangga juga didampingi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Bendahara Umum DPP Partai Golkar Dito Ganinduto. "Ini tuh lari pagi enggak ada politiknya, yang ada keringatnya," kata Airlangga dikutip dalam keterangan tertulis DPP Partai Golkar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement