REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menegaskan sikap politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak wacana masa jabatan tiga periode dan perpanjangan masa jabatan Presiden selama tiga tahun. Penolakan ini, kata dia, juga telah disampaikan Presiden hingga dua kali.
Ia mengatakan, Presiden menghormati konstitusi UUD 1945, khususnya Pasal 7 yang menyebutkan bahwa Presiden hanya dipilih untuk dua periode.
"Dalam sikap politik, sekali lagi sikap politik Presiden Joko Widodo menolak. Jadi kalau ingin mengatakan tidak, tidak, tidak terhadap wacana tiga periode dan juga tidak, tidak, tidak masa perpanjangan jabatan presiden," ujar Fadjroel di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (28/9).
Namun demikian, menurutnya, perdebatan publik dalam wacana tersebut tak bisa dihentikan. Hal itupun menunjukkan Indonesia merupakan negara demokrasi dan dilindungi oleh konstitusi yakni Pasal 28 yang menyebutkan bahwa hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikirannya secara tertulis maupun tidak tertulis.
"Jadi kita tidak boleh menghentikan itu. Termasuk juga kita tidak boleh mencampuri urusan dari MPR karena Pasal 3 adalah wewenang mereka untuk mengubah, menetapkan UUD kan. Termasuk juga Pasal 37 terkait dengan wewenang MPR," jelasnya.
Menurut Fadjroel, Presiden menekankan, apa yang menjadi hak konstitusional warga negara, termasuk kebebasan berbicara, wajib untuk dilindungi dan dipromosikan oleh pemerintah. Begitu pula dengan agenda amandemen UUD 1945 yang merupakan wewenang dari lembaga tinggi negara yang wajib dihormati.
"Presiden juga mengatakan bahwa amandemen maupun agenda amandemen itu adalah wewenangnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sesuai dengan pasal 3 UUD 1945," ucap dia.
Lebih lanjut, menurut dia, Jokowi sendiri merupakan orang yang lahir dari reformasi. Pernah menjabat sebagai wali kota, gubernur, dan dua kali menjabat sebagai presiden, ia yakin Jokowi tak akan mengkhianati konstitusi maupun reformasi.
"Jadi Presiden mengatakan, bahwa beliau adalah buah atau anak dari reformasi. Jadi tidak mungkin Presiden Joko Widodo mengkhianati konstitusi maupun mengkhianati reformasi," jelas Fadjroel.