REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pemilu sangat mungkin dilakukan. Potensi masalah teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024 yang ditimbulkan akibat regulasi yang ada memenuhi syarat diterbitkannya Perppu.
"Karena, di sana akan terjadi benturan antara kenyataan dengan norma Undang-Undang yang ada yang tidak mungkin dilaksanakan secara bersamaan," ujar Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva dalam kajian daring bertajuk Maju Mundur Jadwal Pemilu 2024, Jumat (24/9).
Dia menjelaskan, Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Pilkada akan diterapkan bersamaan. Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada sekaligus di tahun yang sama dengan regulasi yang berbeda berpotensi terjadi benturan penerapan norma hukum.
Hamdan mengatakan, nantinya akan terjadi kekosongan hukum atau masalah-masalah hukum lainnya. Karena itu, penerbitan Perppu Pemilu sangat mungkin dilakukan karena memenuhi syarat ketentuan diterbitkannya Perppu.
"Diubah undang-undangnya walaupun dengan Perppu. Satu pasal atau dua pasal berkaitan dengan teknis pelaksanaan itu bisa dilakukan," tutur dia.
Namun, Hamdan menegaskan, dikeluarkannya Perppu sepanjang mengenai masalah teknis dan tidak mengubah agenda kenegaraan yakni pelantikan presiden serta anggota DPR dan DPD RI. Sebab, dalam Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan masa jabatan presiden adalah lima tahun dan tidak bisa diperpanjang sehari pun.
Seluruh pihak harus menjamin pelantikan presiden serta anggota DPR dan DPD dilakukan sebelum masa jabatannya berakhir. Jika terjadi keterlembatan pelantikan, maka akan ada pelanggaran konstitusi dan terjadi kevakuman.
"Harusnya memang koordinasi antara KPU, pemerintah yaitu presiden dan DPR, itu sangat mungkin dilakukan. Sekali lagi sepanjang itu masalah teknis dan tidak mengubah agenda kenegaraan," kata dia.