Kamis 23 Sep 2021 14:44 WIB

Ini Update Terbaru Penyatuan Kelas BPJS

2022 bisa melakukan harmonisasi dan uji coba penerapan kelas standar secara bertahap.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kalsum Komaryani (kiri) menjadi narasumber dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kalsum Komaryani (kiri) menjadi narasumber dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama pihak terkait, seperti Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Kesehatan, masih mematangkan kebijakan pemberlakuan kelas standar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kemenkes dr Kalsum Komaryani MPPM mengatakan, hingga kini penyusunan konsep masih dalam proses.

“Seperti yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan, penyusunan konsep masih dalam proses,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (23/9).

Dikonfirmasi terpisah, Komisioner DJSN, Muttaqien, mengatakan, berdasarkan lini masa atau timeline yang sudah dibuat oleh otoritas, tahun ini diharapkan bisa menyelesaikan kriteria kebijakan rawat inap, penyesuaian tarif, penyesuaian iuran, dan mekanisme pembiayaan. Dengan begitu, pada awal tahun 2022 sudah bisa melakukan harmonisasi dan uji coba penerapan kelas standar secara bertahap.

Untuk Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) JKN adalah amanah UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional di Pasal 23 Ayat 4 yang menyatakan "dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di RS, maka kelas pelayanan di RS diberikan berdasarkan kelas standar". "Dalam Perpres 64 Tahun 2020 yang merupakan Perubahan Kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan diamanahkan di Pasal 54 B diterapkan secara bertahap sampai dengan paling lambat tahun 2022,” ujarnya kepada Republika, Kamis (23/9).

Saat ini, DJSN beserta kementerian lembaga terkait, yakni Kemenkes, Kemenkeu, dan BPJS Kesehatan, bersama akademisi dari beberapa universitas dan juga dikonsultasikan dengan asosiasi RS telah menyusun definisi dan 12 kriteria KRI JKN. DJSN dan tim juga telah melakukan konsultasi publik, seperti dengan fasilitas kesehatan, Asosiasi Pemda dan Legisatif Daerah, Asosiasi Dinkes, serta lembaga seperti Korpri, BKN, Pepabri, PWRI, Asosiasi Faskes, maupun kelompok masyarakat sipil lainnya untuk mendapatkan input penting dalam persiapan pelaksanaan KRIS JKN.

Baca juga ; Nadiem Janji Perjuangkan Afirmasi Guru Honorer Senior

“Sekarang DJSN dan bagian Risbangnov BPJS Kesehatan sedang proses menyelesaikan  survei peserta terkait KRIS JKN,” ungkapnya.

Dalam proses rencana, pelaksanaan KRIS JKN akan dilakukan secara bertahap dan bertransisi sebelum menjadi kelas tunggal JKN sebagaimana amanah UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dari kondisi sekarang yang terdiri atas kelas 1, 2, 3 secara bertahap menjadi dua kelas standar terlebih dahulu.

“Selanjutnya akan terus dievaluasi sambil menyiapkan menjadi satu kelas JKN. Pada kondisi yang sudah ideal nanti, di RS akan ada KRI JKN dan non-JKN. DJSN sudah menyusun draf peta jalan kelas standar JKN,” ujarnya.

Dalam draf peta tersebut diharapkan pada 2022 sudah bisa melakukan harmonisasi peraturan pelaksana serta simulasi atau uji coba KRI JKN. Kemudian, pada tahun 2023-2024 akan dilakukan implementasi secara bertahap sembari terus melakukan penyiapan infrastruktur Rumah Sakit serta sosialisasi, edukasi dan advokasi. 

Ditargetkan juga sudah adanya peninjauan peraturan perundangan pelaksana dan uji publik sehingga pada 2025 jika tidak ada perubahan maka sudah bisa langsung mengimplementasikan kelas standar tunggal, penyesuaian tarif, iuran, serta mekanisme pembiayaannya.

Mengenai besaran iuran, sambungnya, sampai saat ini DJSN belum bisa menyampaikan, karena masih terus berproses. Pemerintah juga harus memperhitungkan iuran ini dengan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku.

“Perhitungan iuran tersebut paling tidak memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan jaminan kesehatan, dan yang sangat penting juga adalah memperhatikan kemampuan membayar iuran peserta, terutama jika kita lihat di masa pandemi seperti sekarang ini," ujarnya. 

"Sesuai Perpres 64 Tahun 2020, tentu DJSN dan Kementerian/Lembaga terkait akan  mengusulkan iuran kepada Presiden yang dengan sangat memperhatikan aspek-aspek tersebut. Kebijakan yang akan dicapai tentu untuk terus mendorong keberlanjutan, kualitas, dan keadilan  Program JKN yang telah terbukti memberikan manfaat kepada masyarakat,” imbuhnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, belanja kesehatan masyarakat secara nasional cukup besar, yakni sebesar Rp 490 triliun setiap tahunnya. Hal itu merupakan tantangan besar untuk membuatnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah wajib berkewajiban menyusun regulasi mengenai kelas standar yang diharapkan bisa dilakukan uji coba pada 2022. Melalui penerapan kelas standar akan berlaku bagi seluruh peserta program JKN di BPJS Kesehatan, ini berarti sistem kelas 1, 2, dan 3 untuk peserta mandiri yang ada saat ini hanya akan bergabung menjadi hanya satu kelas.

Baca juga : Perluas Pasar, Bank Jago Resmikan Unit Usaha Syariah

Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni penerima bantuan iuran (PBI) dan non-PBI. Segmen peserta pekerja penerima upah (PPU) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.

Adanya dua kelas itu berdasarkan catatan DJSN akan membuat perhitungan iuran menjadi lebih sederhana karena paket tarif Indonesia Case Based Groups (INA-CBG's) pun menjadi lebih sedikit.

Dengan demikian, ada layanan kesehatan yang nantinya kemungkinan tidak terkover oleh BPJS Kesehatan dan itu bisa ditutupi oleh asuransi kesehatan swasta. Namun, kata Budi pemerintah akan memasukkan beberapa manfaat untuk ditambahkan ke dalam pelayanan kelas standar.

"Akan membuat mekanisme urun biaya atau benefit sharing supaya bisa melibatkan swasta. Misalnya, asuransi di sini bisa combine benefitnya dengan asuransi-asuransi swasta," kata Budi.

"Sehingga bisa terintegrasi, mana yang ditanggung BPJS Kesehatan dan mana yang ditanggung asuransi swasta, sehingga bisa seimbang," ujarnya lagi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement