REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Musim penghujan di Tanah Air, diperkirakan berlangsung pada Oktober hingga April. PT KCIC melalui konsorsium kontraktor proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang terdiri dari WIKA, Synohidro dan CREC, melakukan upaya mitigasi bencana. Langkah ini untuk meminimalisasi potensi banjir di lingkungan warga yang berdiri di sekitar proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
“Para kontraktor yang tergabung dalam High Speed Railway Contractor Consortium (HSRCC) seperti CREC, Synohidro dan WIKA telah melakukan berbagai perbaikan dalam sistem kerja terkait potensi banjir dan saluran drainase akibat kegiatan konstruksi,” ujar GM Corporate Secretary PT KCIC, Mirza Soraya dalam siaran persnya, Senin (20/9).
Mirza mengatakan, upaya mitigasi tersebut dilakukan mulai dari penyisiran dan pemantauan ke sejumlah titik yang berpotensi menjadi penyebab banjir dan longsor. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa saluran tersebut selalu dalam keadaan normal. Di antaranya, sejumlah pintu air sungai dan saluran air di sekitar lokasi proyek memiliki potensi perubahan perilaku sebagai dampak dari pembangunan.
“Konsorsium kontraktor proyek KCJB juga terus memonitor elevasi muka air pada outlet divertion secara berkala, terlebih di musim penghujan di aliran sungai yang berpotensi mengalami perubahan perilaku sebagai dampak proyek KCJB, seperti sungai Sunter (DK 2+000) yang mengalami pemendekan dan sungai Cikarang (DK 27+000) yang telah dipasangi pier,” papar Mirza.
Hal yang sama pun, kata dia, dilakukan di aliran sungai lainnya yang terdampak proyek KCJB seperti Sungai Cisangkan (DK 115+814), sungai Cilember (DK 120+521), dan saluran irigasi Cigondewah Kaler (DK 122+250).
Menurut Mirza, pengelolaan sistem drainase pun akan dilakukan dengan lebih baik lagi. pihaknya akan melakukan normalisasi atau perbaikan dan pembersihan saluran drainase, hingga pembuatan cross drain di area proyek yang telah selesai pengerjaannya.
"Kami juga membuat box control di cekungan, dan saringan pada setiap ujung saluran drainase agar dapat membersihkan sampah yang masuk ke saluran,” kata Mirza.
Upaya perbaikan pengelolaan drainase di sekitar area proyek KCJB, kata dia, dilakukan sampe ke level normalisasi sungai seperti yang dilakukan di Bekasi. “Di Bekasi, secara berkala PT KCIC melalui konsorsium kontraktor melakukan pembersihan sungai karena banyak sampah yang menyumbat aliran sungai. Pembersihan dilakukan secara berkala. Sekali pengangkutan bisa 100-150 truk,” katanya.
Sementara upaya mitigasi yang dilakukan, kata dia, antara lain perbaikan pagar pembatas, pembersihan sampah, dan pemotongan rumput di area kerja agar tidak menutupi saluran drainase di DK 16+100, DK 14+600, DK 12+300 – 12+600, DK 115+000, DK 115+160, DK 115+560, DK 115+760 - DK 116+260, DK 116+760, DK 117+510 dan DK 120+760.
Kemudian, kata dia, kontraktor terkait pun melakukan penutupan sementara dengan karung pasir pada cross drain di DK 120+240 yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan pengecoran bertulang di area tersebut.
Di area dengan potensi banjir cukup tinggi, kata dia, seperti DK 110+800 – DK 111+600 yang berada di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, dibuat saluran crossing sementara yang mengarah ke hilir untuk mengantisipasi terjadinya banjir.
Menurutnya, pada cross drain di KM 4+500 (Bacthing Plant Baros) yang sebelumnya tertutup lumpur dan sampah, sudah dilakukan pembersihan. Sebagian air yang menggenang pun sudah dialirkan melalui side ditch pasangan batu dengan dimensi yang mengecil ke arah KM4+600.
Mirza menegaskan, pihaknya sudah dan akan terus melakukan perbaikan terhadap akses warga yang rusak akibat banjir yang terjadi sebelumnya. Terutama, banjir yang terjadi sebagai dampak dari proyek pembangunan KCJB.
Perhatian juga, kata dia, ditujukan pada jalan tol yang berdekatan dengan area proyek KCJB. “Untuk menghindari masuknya kotoran tanah dari area kerja proyek menuju ke badan jalan tol, diantisipasi dengan membuat washing bay dengan menggunakan 1 unit jet washer di setiap pintu keluar masuk proyek,” katanya.