REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Airlangga Suko Widodo menyayangkan pemecatan 51 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mendesak Presiden Joko Widodo terlibat dalam menjaga marwah lembaga anti rasuah tersebut.
Suko menganalisa pemecatan 51 pegawai KPK berimplikasi buruk terhadap iklim pemberantasan korupsi di Tanah Air. Ia meyakini tindakan semacam itu malah menjatuhkan kepercayaan publik terhadap KPK.
"Terlepas dari soal prosedur, pemecatan itu berdampak pada menurunnya kepercayasn publik terhadap KPK," kata Suko kepada Republika.co.id, Jumat (17/9).
Suko mengkritik pemecatan 51 pegawai KPK yang notabene punya prestasi gemilang dalam pemberantasan korupsi, salah satunya penyidik senior Novel Baswedan. Ia menyinggung dampak pemecatan ini terhadap kepercayaan kepada pemerintah.
"Ini juga berdampak buruk pada kepercayaan terhadap pemerintah," sindir Suko.
Oleh karena itu, Suko meminta supaya Presiden Jokowi mengambil sikap tegas dalam menyikapi pemecatan pegawai KPK. Ia menyindir sikap Presiden Jokowi yang seakan lari dari komitmen pemberantasan korupsi.
Baca juga : Akademisi: Cepat atau Lambat KPK akan Ditinggalkan Rakyat
"Seharusnyalah Presiden turun tangan soal ini. Karena jika tidak, justru merugikan citra pemerintahannya," tegas Suko.
Menurutnya, sikap Presiden Jokowi tak sebanding dengan Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menyikapi upaya pelemahan KPK. Meski besan SBY ditangkap KPK, SBY cenderung membela KPK.
"Iya itulah bedanya (Presiden Jokowi dan Presiden SBY)," ucap Suko singkat.
Sebelumnya, KPK mengklaim pemberhentian itu berdasarkan peraturan pemerintah (PP) nomor 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK pasal 18 dan 19 ayat (3) huruf d. Alasan pemberhentian karena tuntutan organisasi.
Pemecatan terhadap 51 orang pegawai yang tidak lulus TWK itu akan dilakukan pada 30 September. Pemberhentian disebut bukan karena berlakunya Peraturan Komisi (Perkom) KPK Nomor 1 Tahun 2021 ataupun peraturan lainnya namun karena tidak lolos hasil asesmen TWK.