REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua MPR, Zulkifli Hasan (Zulhas) didapuk pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan Indramayu KH Abdul Syakur Yasin atau akrab disapa Buya Syakur, untuk membacakan sajak. Dan akhirnya Zulhas pun bersajak tentang ‘Gelombang Cinta’.
Hal unik ini berawal ketika Zulhas bersilaturahim ke Ponpes Cadangpinggan, Indramayu, Senin (3/9). Kunjungan ini merupakan rangkaian kegiatan Silaturahim Kebangsaan.
Usai berdialog, Buya Syakur mengajak Zulhas untuk melakukan podcast bersama di Channel Wamimma TV. Di acara tersebut, Buya meminta Zulhas membacakan sajak yang biasa disebut “Gelombang Cinta”.
Zulhas pun membacakan sajak berjudul “Yang Penting Keperawanan Hatimu”. Sajak itu bercerita tentang fenomena sosial kemasyarakatan yang terjadi di Indramayu. Banyak orang menuhankan hal-hal eksistensial tetapi melupakan kedalaman pemahaman substansial.
Setelah membacakan puisi, Buya Syakur mengapresiasi penghayatan Zulhas terhadap puisinya. “Bang Zul ini bukan hanya politisi, tetapi juga sastrawan. Tidak mungkin kalau tidak mengerti sastra akan bisa membacakan puisi dengan intonasi, penekanan, dan penghayatan yang sangat baik seperti tadi,” kata Buya Syakur.
Zulhas pun menyampaikan terima kasih atas kesempatan bisa membacakan puisi Buya Syakur. “Buya ini ilmunya tinggi. Pengetahuannya luas. Perenungannya dalam. Batinnya kokoh. Kita mesti banyak belajar. Kita doakan Buya sehat terus dan mudah-mudahan saya bisa sering silaturahim,” ungkap Zulhas.
Sementara dalam dialog sebelumnya, Zulhas yang juga Ketua Umum DPP PAN ini berdiskusi mengenai situasi kebangsaan saat ini. Zulhas meminta pendapat Buya Syakur mengenai kondisi masyarakat yang kerap berselisih atau berpolemik,
Dikatakan Zulhas, sekalipun satu bangsa, satu negara, satu tanah air, bahkan di antara umat yang satu pun, masih saja ada perbedaan-perbedaan yang ditajamkan. "Kita ini kenapa, Buya?” tanya Zulhas.
Buya Syakur membenarkan pernyataan Zulhas, dan ia merasa prihatin pada situasi yang ada. “Kadang kita terlalu memberhalakan kebenaran versi sendiri-sendiri. Bahkan tafsir pun tidak boleh dipersoalkan, tidak boleh berbeda, padahal itu hanya tafsir. Masyarakat perlu diajak untuk berpikir lebih maju dan terbuka,” paparnya.