Senin 13 Sep 2021 18:37 WIB

Nasdem: Amandemen UUD 1945 Seperti Gempa Tektonik

Ketua Fraksi Nasdem MPR mengatakan amandemen UUD bisa membuka kotak pandora.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Politikus Partai Nasdem Taufik Basari
Foto: Republika/Prayogi
Politikus Partai Nasdem Taufik Basari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Nasdem MPR RI, Taufik Basari, menilai kekhawatiran sejumlah pihak jika amandemen undang-undang dasar (UUD) 1945 dilakukan bisa membuka 'kotak pandora' mungkin saja terjadi. Sebab, menurutnya tidak menutup kemungkinan akan banyak pasal dalam UUD 1945 yang diamandemen.

"Apakah kemudian tidak membuka kotak pandora? Membuka kotak pandora menurut saya mungkin-mungkin saja bisa terjadi dalam suatu proses amandemen kelima dalam amandemen," kata Taufik di dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/9). 

Baca Juga

Taufik menilai, dalam melakukan perubahan terhadap satu dua pasal UUD 1945, tidak menutup kemungkinan untuk melihat pasal lain yang terkait. Dirinya mengibaratkan amandemen seperti gempa tektonik.

"Saya membayangkan suatu amandemen itu seperti gempa tektonik kalau kita ada gempa tektonik nih di kerak bumi terjadi, maka dia harus ada gempa-gempa susulan untuk sampai normal lagi kerak buminya," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR itu mempertanyakan rencana menghadirkan kembali haluan negara. Padahal hal tersebut sudah pernah dicabut dalam amandemen ketiga. 

"Kenapa kita masukan lagi? Apakah kemarin keputusan MPR yang dulu dalam amandemen ketiga itu keliru? Karena harus ada jawaban dulu. Kenapa dulu kita hapus kenapa mau dimasukan kembali? Apa yg menjadi penghambat ini? Itu satu," ucapnya. 

Pertanyaan lain yang muncul yaitu apakah ketika MPR menghapus GBHN di dalam amandemen ketiga itu juga sebagai konsekuensi MPR yang tidak lagi sebagai lembaga tinggi negara, yang tidak lagi menjadikan presiden sebagai mandataris MPR. Dirinya juga mempertanyakan apakah menghadirkan kembali haluan negara lantaran ingin mengembalikan seperti nuansa yang dulu 

"Bagaimana posisi MPR apakah tetap seperti ini sebagai lembaga tinggi negara sesuai perubahan amandemen amandemen UUD apakah harus seperti dulu sebagai lembaga tinggi negara?" tanyanya.

"Bagaimana posisi presiden dengan MPR hubungannya seperti apa, bagaimana kemudian presiden dianggap tidak melaksanakan PPHN apakah dianggap sebagai pelanggar konstitusi sehingga bisa dihimpit. Ini lah pertanyaan-pertanyaan yang harus kita jawab ketika kita melakukan kajian sehingga tuntas," imbuhnya. 

Karena itu ia mengimbau agar Badan Pengkajian MPR melakukan kajian secara mendalam terkait rencana amandemen tersebut. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement