REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menilai bahwa sistem Multi Lane Free FLow (MLFF) atau pembayaran tol tanpa sentuh yang mulai aktif pada tahun depan dapat meminimalkan kemacetan yang terjadi di gerbang tol. Dengan begitu, bisa memberikan manfaat dalam mengurangi emisi gas buang kendaraan selama antrean tersebut.
"MLFF ini memiliki banyak manfaat di antaranya dapat menghilangkan kemacetan di gerbang tol dikarenakan tidak adanya antrian kendaraan saat melakukan transaksi pembayaran, mengurangi polusi dan emisi karbon, mendukung digitalisasi pembayaran dengan membuka seluruh opsi pembayaran yang dapat dipantau secara real-time," ungkap Kepala BPJT Danang Parikesit dalam keterangan resminya, Kamis (9/9).
Selain itu, MLFF juga diyakini dapat memberikan efisiensi biaya operasional tol dengan jaminan penerimaan 100 persen pendapatan tol. Sistem tersebut juga dapat menghemat waktu 30 detik hingga 5 menit yang biasanya digunakan untuk bertransaksi di gerbang tol dan mengurangi emisi hingga 35 persen.
Dalam hal pelaksanannya, BPJT menggandeng PT Roatex Indonesia Toll System (RITS) untuk menyediakan aplikasi MLFF berbasis Global Navigation Satellite System (GNSS) untuk pengendara terkait implementasi transaksi tol non tunai nirsentuh.
Project Manager Supply Chain and Business Relation, PT RITS, Emil Iskandar mengatakan bahwa proses transaksi dilakukan melalui aplikasi khusus. Dengan memanfaatkan konektivitas smartphone dan satelit, maka nantinya palang dan gerbang tol tidak lagi diperlukan.
"Pengguna nantinya dapat bebas (masuk keluar jalan tol) tanpa hambatan dan tarif tol nantinya akan terpotong otomatis dari saldo pengguna melalui aplikasi yang berfungsi sebagai On Board Unit (OBU) elektronik atau e-OBU saat melewati sensor pada akses masuk tol," kata Emil Iskandar.
Dia juga mengatakan bahwa pihaknya sudah mendesain koordinat-koordinat tol, ketika pengguna melintas akan terjadi map matching (mendeteksi pengguna tol). Mereka juga akan terus berfokus dengan kontrak yang telah diterima, yakni pemenuhan KPI (Key Performance Indicator) dan kepuasan pengguna jalan tol nantinya.
Resdiansyah, Ph. D dari ITS (Intelligent Transport System) Indonesia, mengatakan bahwa di luar negeri penerapan seperti in sudah banyak dilakukan. Menurut dia, Indonesia tidak perlu takut menerapkan kemajuan teknologi ini.
Kendati demikian, kendala-kendala juga pasti akan terjadi. Salah satu kendala yang bisa diantisipasi adalah kemungkinan adanya pelanggaran sistem, yang bisa jadi tingkat pelanggarannya akan lebih tinggi di Indonesia.
"Salah satu solusi yang kami usulkan, misalnya adalah, dibuatkan Pos Penegakan yang juga diawasi oleh operator, sehingga bisa saling cross check mengenai jumlah pengguna jalan tol dan transaksi yang terjadi," kata Resdiansyah.