REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwina Agustin, Lintar Satria Zulfikar, Idealisa Masyrafina, AP, Reuters
Negara-negara kaya dilaporkan berpotensi memiliki surplus lebih dari satu miliar dosis vaksin Covid-19 pada akhir tahun ini. Menurut penelitian baru oleh perusahaan analisis data Airfinity, stok vaksin di negara-negara Barat telah mencapai 500 juta dosis bulan ini, dengan 360 juta tidak dialokasikan untuk disumbangkan.
Laporan Airfinity berfokus pada pasokan vaksin yang tersedia di Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Kanada, dan Jepang. Pada akhir tahun, menurut laporan tersebut, negara-negara ini akan memiliki potensi surplus 1,2 miliar suntikan vaksin.
Laporan Airfinity semakin menebalkan ketidaksetaraan stok vaksin antara negara kaya dan miskin. Skema pembagian vaksin global yang didukung PBB, Covax, pada awalnya bertujuan untuk memberikan dua miliar dosis vaksin kepada orang-orang di 190 negara tahun ini, termasuk 92 negara berpenghasilan rendah. Namun, kesepakatan negara-negara kaya dengan produsen vaksin telah membatasi ketersediaan vaksin untuk Covax dan menyebabkan penimbunan vaksin.
Pada Juli lalu, Covax sebagai aliansi global untuk akses setara dalam vaksin Covid-19 dinilai gagal bertindak cepat. Lembaga ini kesulitan mencapai target dan tujuan awal yang sebelumnya telah direncanakan.
Awalnya, Covax terkendala uang tunai. Namun, beberapa bulan kemudian setelah memiliki dana untuk menandatangani kesepakatan pasokan global, Covax terbentur masalah kurangya modal para produsen vaksin untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Baca juga : Percepatan Vaksinasi dari Tingkat Kampung Mulai Dilakukan
Lembaga ini memang akhirnya mengirimkan 600 ribu dosis AstraZeneca pada 24 Februari, ke Ghana. Pada momentum pengiriman itu, sebagai perbandingan, 27 persen populasi di Inggris telah divaksinasi, 13 persen di AS, 5 persen di Eropa. Adapun, di benua Afrika, baru 0,23 persen dari total populasi telah mendapatkan suntikan Covid-19.
Haiti baru menerima pengiriman pertamanya pada 15 Juli setelah berbulan-bulan dijanjikan. Itu pun hanya 500 ribu dosis untuk populasi lebih dari 11 juta.
Perbandingan kontras lain juga terjadi saat Kanada yang telah membeli lebih dari 10 dosis untuk setiap penduduk, sementara tingkat vaksinasi di Sierra Leone baru menembus 1 persen dari total populasinya pada 20 Juni.
"Ini seperti kelaparan di mana orang-orang terkaya menangkap pembuat roti,” kata utusan Uni Afrika untuk pengadaan vaksin, Strive Masiyiwa.
Bagi kepala Progam HIV/AIDS PBB (UNAIDS), Winnie Byanyima, kondisi sulitnya penyaluran vaksin untuk negara berkembang adalah parodi. Parodi, lantaran dunia ternyata hanya belajar sedikit dari penanganan pandemi AIDS .
"Obat-obatan harus menjadi barang publik global, bukan hanya seperti tas tangan mewah yang Anda beli di pasar," ujar Byanyima.
Sejauh ini, Covax baru berhasil mengirimkan 107 juta dosis vaksin. Dan sekarang, Covax terpaksa bergantung pada donasi yang tidak pasti dari negara-negara yang memiliki surplus vaksin.
Mantan Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown menuduh negara-negara kaya telah melakukan penyimpangan moral dengan menimbun vaksin Covid-19. Sementara, negara-negara miskin berjuang untuk mendapatkan pasokan.
Brown pun mendesak Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) lainnya untuk segera mengirimkan vaksin dari gudang di Amerika dan Eropa ke Afrika. "Kami berada dalam perlombaan 'senjata' baru -untuk memberikan vaksin ke orang secepat mungkin, tetapi ini adalah perlombaan senjata di mana Barat memiliki cengkeraman pada pasokan vaksin," katanya.