Kamis 02 Sep 2021 23:03 WIB

Dominasi Delta, Kemunculan Varian Mu, dan Saran Ilmuwan

Varian Delta menjadi varian Corona yang paling banyak ditemukan di Indonesia.

Petugas kesehatan merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Dr. Suyoto, Jakarta, Indonesia, pada akhir Juli 2021 lalu. Saat itu, Indonesia mengalami gelombang kedua infeksi Corona yang dahsyat, dipicu oleh varian Delta yang pertama kali terdeteksi di India. (ilustrasi)
Foto:

Aliansi Ilmuwan Indonesia untuk Penyelesaian Pandemi memandang, gelombang kedua infeksi Covid-19 yang menerpa Indonesia sejak akhir bulan Juni hingga Agustus 2021, menjadi bukti bahwa pandemi di Indonesia masih jauh dari berakhir. Selama Juli, jumlah warga Indonesia yang meninggal karena Covid-19 menyumbang 30 persen dari total mortalitas yang tercatat secara resmi.

Angka ini masih jauh dari angka yang sebenarnya. Sempat muncul harapan bahwa pandemi ini akan segera berakhir ketika program vaksinasi mulai dilakukan pada awal 2021. Harapan itu memudar ketika varian Delta dengan daya tular berkali-kali lipat masuk ke Indonesia dan memicu laju penularan yang lebih dahsyat.

"Walaupun saat ini jumlah kasus Covid-19 secara nasional sudah menurun, adalah sangat naif untuk berasumsi bahwa gelombang kedua pandemi Covid-19 adalah yang terakhir," kata Sulfikar Amir, anggota Aliansi Ilmuwan Indonesia Untuk Penyelesain Pandemi dalam diskusi secara daring, Rabu (1/9).

Juga sangat tidak bijak untuk mengatakan bahwa pandemi telah terkendali. Melihat struktur genetika virus Sars-Cov2 yang mudah bermutasi, risiko terjadinya gelombang berikutnya masih sangat tinggi.

"Terlebih karena vaksin yang ada tidak sepenuhnyamenghindari infeksi virus corona. Dalam situasi ini, Indonesia masih rentan terhadap gejolak pandemi akibat penanganan wabah virus corona yang cenderung sporadis, " ujarnya.

Ia pun mencontohkan, ketika terjadi lonjakan kasus, pemerintah segera memberlakukan pembatasan sosial. Ketika pelonggaran dilakukan, serta merta mobilitas dan aktivitas masyarakat memicu naiknya jumlah kasus.

"Dan begitu seterusnya. Masuknya varian-varian baru yang lebih ganas dapat membuat Indonesia lebih sulit untuk keluar dari krisis kesehatan publik yang berkepanjangan," ucapnya

Untuk itu, jalan keluar dari pandemi harus dipikirkan dan diwujudkan tidak hanya untuk menekan mortalitas dan morbiditas Covid-19 saat ini, tetapi juga untuk mengeluarkan kita dari krisis pandemi dalam jangka panjang. Aliansi Ilmuwan pun mengusulkan jalan keluar, yakni "Skenario Pasca Pandemi".

"Disebut skenario karena untuk keluar dari suatu krisis yang penuh dengan ketidakpastian.Kita harus mampu menyusun suatu proses yang akan kita lewati untuk mencapai tujuan akhir. Dan tujuan akhir dari skenario ini adalah membawa Indonesia masuk ke era pasca pandemi, suatu era di mana pandemi Covid-19 sudah menjadi masa lalu," tuturnya

Tiga prinsip utama dalam Skenario Pasca Pandemi, yakni Empathy, Equity, dan Episteme. Empathy adalah kepedulian dan rasa welas asih terhadap sesama yang menjadi fondasi dalam penanganan setiap krisis kemanusiaan. Equity adalah kesetaraan dan keadilan yang menjamin akses bagi seluruh warga tanpa diskriminasi dalam mendapatkan hak hidup sehat dan bahagia.

Terakhir, Episteme adalah pengetahuan ilmiah yang sangat dibutuhkan sebagai lentera dalam mengarungi ketidakpastian dan risiko pandemi. Berdasarkan tiga prinsip ini, Aliansi Ilmuwan menekankan dua hal penting yang tidak hanya bertujuan untuk menyelesaikan pandemi Covid-19, tetapi juga untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam mengantisipasi pandemi di masa datang.

"Dua hal tersebut adalah (1) Peta Jalan (roadmap) penyelesain pandemi, dan (2) pembangunan Tata Kelola Pandemi melalui pelembagaan badan pengendalian wabah penyakit," ucapnya.

Skenario Pasca Pandemi, lanjutnya, merupakan kerja kolektif skala nasional yang dilakukan secara bertahap dengan target dan indikator yang jelas, terukur, dan obyektif. Dalam tiap tahap, tiga perangkat intervensi dilakukan secara paralel yang mencakup intervensi epidemiologis, intervensi sosial, dan intervensi ekonomi. Ketiganya didesain secara terintegritas dalam suatu matriks.

"Skenario Pasca Pandemi disusun dalam suatu peta jalan (roadmap) yang jadi acuan seluruh proses transformasi yang harus kita capai secara terencana," ujarnya.

Secara umum, peta jalan ini terdiri atas tiga fase. Pertama, fase supression dengan target utama menekan angka kasus dan kematian secara drastis dalam satu periode tertentu. Fase ini menerapkan strategi “pull and push” yakni kombinasi antara pembatasan sosial dan pelacakan secara masif dan terpadu.

Fase kedua adalah stabilization dengan tujuan utama untuk mengendalikan skala penularan pada tingkat tertentu dan mempersiapkan pembukaan secara parsial aktivitas sosial ekonomi, misalnya sekolah dan perkantoran. Dalam fase ini, dua unsur utama perlu ditekankan.

Pertama, pengembangan teknik pengendalian risiko penularan virus Corona khususnya terkait dengan sirkulasi udara yang diterapkan di sektor-sektor berisiko tinggi, misalnya pabrik, restauran, dan pusat perbelanjaan. Kedua, penguatan surveilans yang melibatkan komunitas sebagai ujung tombak pelacakan dan isolasi. Fase ketiga adalah normalization di mana secara keseluruhan pandemi dapat dikatakan telah terkendali dan masyarakat sudah bisa hidup secara normal.

"Pada fase ini tingkat persepsi risiko di masyarakat sudah tinggi dan sistem pelacakan sebagai instrumen surveilans khususnya di tingkat komunitas sudah terlembagakan dengan baik," tuturnya .

Indikator utama fase ketiga ini adalah rata-rata tes positif dibawah 1 persen dan jumlah kasus harian di bawah 1.000. Dengan asumsi setiap fase membutuhkan waktu 3-4 bulan, maka dalam setahun Indonesia sudah relatif bebas dari pandemi.

"Jika ini terjadi, aturan protokol kesehatan sudah bisa kita longgarkan termasuk penggunaan masker. Aktivitas ekonomi dapat pulih sepenuhnya dan kita bisa kembali mengejar target-target pembangunan," terangnya

Dalam implementasinya, ketiga tahapan dalam peta jalan ini membutuhkan kolaborasi nasional antara pemerintah dengan segenap unsur masyarakat sipil, khususnya organisasi yang selama ini bergerak dalam penanganan pandemi berbasis komunitas. Pada saat bersamaan, pengunaan teknologi dan sistem pendataan yang andal, transparan, dan akuntabel dalah hal mutlak untuk melewati setiap tahapan dengan baik.

 

photo
Perkembangan uji coba vaksin Covid-19. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement