Selasa 31 Aug 2021 20:53 WIB

Epidemiolog: Masa Krisis Covid-19 Belum Berakhir

Rata-rata masa krisis gelombang infeksi Covid-19 adalah 12 pekan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Pengendara roda dua melintas di depan mural informasi bahaya COVID-19 di Pandeglang, Banten, Selasa (31/8/2021). Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B Harmadi mengatakan Positivity Rate di Indonesia saat ini turun di angka 12,13 persen dibandingkan pada puncak kasus pada Minggu ketiga bulan Juli di angka 30,55 persen.
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Pengendara roda dua melintas di depan mural informasi bahaya COVID-19 di Pandeglang, Banten, Selasa (31/8/2021). Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B Harmadi mengatakan Positivity Rate di Indonesia saat ini turun di angka 12,13 persen dibandingkan pada puncak kasus pada Minggu ketiga bulan Juli di angka 30,55 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengingatkan agar tetap waspada, meskipun tren perbaikan kasus Covid-19 terus terjadi dalam satu minggu terakhir. Tingkat positivity rate Covid-19 terus menurun dalam tujuh hari terakhir, begitu juga dengan tingkat keterisian rumah sakit kasus Covid-19 yang semakin membaik dengan rata-rata BOR nasional sekitar 27 persen.

"Kita memang sudah lewat puncaknya, namun masa krisis belum berakhir," kata Dicky kepada Republika, Selasa (31/8).

Baca Juga

Dicky menerangkan, rata-rata masa krisis adalah 12 pekan. Artinya, masa krisis diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir September.

"Nah ini yang berbahaya kalau pelonggaran terjadi dan tidak terkendali dan tidak terukur tidak berbasis indikator pandemi dan epidemi yamg kuat," tuturnya.

Dicky menekankan, positivity rate Covid-19 setidaknya harus sudah mengarah di bawah 10 persen. Tak hanya itu pelonggaran yang dilakukan pun harus benar-benar taat pada indikatornya.

"Misalnya 50 persennya, 70 persennya, maupun durasi atau kapasitas. Ini yang harus dilakukan," ujarnya.

Selain itu, sambung Dicky, saat ini penerapan 3T (testing, tracing, treatment) masih sangat lemah dan jauh dari memadai. Hal ini tentu sangat berbahaya.

"Ancaman gelombang ketiga nyata ada. Setidaknya September dan Oktober bisa terjadi ancaman itu. Ini yang harus disadari," tegasnya.

 

 

Selain itu, meski vaksinasi terus meningkat, namun capaiannya masih jauh dari target. Hal ini lantaran jumlah yang sudah divaksinasi tidak sampai setengah dari jumlah populasi penduduk.

"Dari setengah populasi aja masih jauh. Di tengah ancaman varian Delta ini, kita terancam varian lainnya yang bisa lebih hebat dari varian Delta. Mengingat varian Delta ini belum selesai," ucapnya.

Pada Senin kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan tetap memperpanjang kebijakan PPKM meskipun perkembangan kasus Covid-19 semakin menunjukan tren penurunan. Perpanjangan PPKM ini mulai berlaku pada 31 Agustus hingga 6 September 2021.

Dalam perpanjangan kebijakan ini, pemerintah memutuskan Semarang Raya untuk turun ke level 2. Sedangkan wilayah aglomerasi lainnya di Pulau Jawa dan Bali, seperti aglomerasi Jabodetabek, Bandung Raya, Surabaya Raya, Malang Raya, dan Solo Raya masuk ke level 3.

“Untuk wilayah Jawa Bali, terdapat penambahan wilayah aglomerasi yang masuk ke level 3 yakni Malang Raya dan Solo Raya. Sehingga wilayah yang masuk ke dalam level 3 pada penerapan minggu ini adalah aglomerasi Jabodetabek, Bandung Raya, dan Surabaya Raya, Malang Raya, dan Solo Raya,” jelas Jokowi dalam pernyataannya, Senin (30/8).

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, perkembangan kasus aktif di Indonesia saat ini mulai menunjukan tren penurunan. Namun, jika dibandingkan dengan kasus aktif di India, kasus aktif di Indonesia masih lebih tinggi empat kali lipat.

“Penurunan persentase kasus aktif nasional ini merupakan perkembangan yang baik, yang dicapai berkat peran aktif seluruh lapisan masyarakat,” ujar Wiku saat konferensi pers, Selasa (31/8).

photo
Angka Kematian Covid-19 DKI Jakarta Selama PPKM - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement