REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar dilibatkan dalam satuan tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI). Hal tersebut disampaikan lembaga antirasuah itu saat mengikuti rapat dengan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Saya baru mengusulkan ada beberapa satgas yang ikut di situ, artinya kita kolaborasi antara Dirjen Kekayaan Negara, kepolisian, kejaksaan dan KPK," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto di Jakarta, Jumat (27/8).
Satgas BLBI telah melakukan penguasaan fisik terhadap aset obligor dan debitur BLBI berupa 49 bidang tanah dengan total seluas 5,29 juta meter persegi. Aset tersebut tersebar di Medan, Pekanbaru, Tangerang serta Bogor.
Menteri Mahfud MD mengatakan bahwa proses hukum yang saat ini tengah dilakukan Satgas BLBI kepada 48 obligor adalah proses hukum perdata. Namun, Karyoto mengatakan, KPK bakal bergerak jika ditemukan adanya tindak pidana yang dilakukan obligor dalam menyelesaikan utangnya kepada negara.
"BLBI itu kalau obligornya jujur ya mungkin tidak akan tindak pidananya. Tapi kalau asetnya di-markup dan saat jual diturunkan harganya ini adalah celahnya," katanya.
Perkara BLBI sempat menjerat Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung; pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Syafruddin sempat divonis 15 tahun pidana penjara di tingkat banding.
Kendati, Syafruddin dibebaskan dalam putusan kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA). KPK selanjutnya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus BLBI bagi tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim.