REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, menerima uang senilai Rp 225 juta, yang menjadi kerugian negara atas kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan pengelolaan tanah kas desa di Desa Nagasari, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (Jabar).
"Hari ini kami menerima utuh seluruh kerugian negara atas tindak pidana korupsi penyalahgunaan TKD (Tanah Kas Desa) Tahun Anggaran 2017," kata Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Ricky Setiawan Anas saat konferensi pers pengungkapan kasus di Aula Kejari Kabupaten Bekasi, Cikarang, Jumat (27/8).
Dia mengatakan, pengembalian uang kerugian negara atas penghitungan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jabar itu diserahkan terdakwa Camin Mulyadi, yang menjabat mantan Kepala Desa Nagasari saat pengembangan penyidikan berlangsung.
Total dana yang dikembalikan terdakwa senilai Rp 225 juta. "Terdakwa mengembalikan seluruh kerugian negara tersebut secara bertahap, pertama sebesar Rp 66 juta, kemudian saat sidang sebesar Rp 159 juta," katanya.
Ricky memastikan penyerahan uang kerugian negara itu tidak menghapuskan proses hukum yang kini sedang berjalan, sesuai ketentuan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
"Kalau untuk meringankan hukuman bisa jadi tapi tidak menghentikan proses hukum terdakwa," kata Ricky.
Kasipidsus Kejari Kabupaten Bekasi, Hatmoko mengatakan, masalah itu berawal dari pengembangan kasus yang ditangani Polres Metro Bekasi terhadap terdakwa Martam yang menjadi kepala desa setelah terdakwa Camin Mulyadi. Terdakwa menyalahgunakan pengelolaan tanah kas desa yang dijadikan Pasar Pasir Kupang.
Tanah seluas 6.000 meter persegi itu disewakan kepada dua perusahaan masing-masing CV Persada dan CV Blue Sistem, selaku pengelola pasar. "Uang hasil sewa ini seharusnya masuk ke kas desa namun oleh terdakwa tidak disetorkan dan malah digunakan untuk kepentingan pribadi," ucap Hatmoko.
Terdakwa dituntut Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahu 2001 serta subsidair Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
"Tuntutan minimal empat tahun (primer) dan subsidair tiga tahun. Sidang sedang berproses, besok Rabu (1/9) agenda sidangnya penuntutan," kata Hatmoko.