REPUBLIKA.CO.ID, Tulisan ucapan 'Selamat Datang, Sugeng Rawuh' terpampang jelas di gerbang masuk Keraton Kasepuhan Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Suasana tenang dan damai, terasa di lingkungan keraton peninggalan Sunan Gunung Jati itu, Kamis (26/8) siang. Namun, dibalik ketenangan tersebut, tersimpan seteru yang memantik bara yang kini masih memanas. Kudeta Raja Keraton Kasepuhan?.
Prahara yang menelikung Keraton Kasepuhan ini diawali dengan kemunculan Rahardjo Djali, yang mengaku sebagai cucu dari istri kedua Sultan Sepuh XI Tadjul Arifin Djamaluddin Aluda Mohammad Samsudin Radja Nataningrat, pada Juni 2020. Dia masuk ke dalam keraton dan menurunkan foto Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat dan permaisurinya. Kala itu, Sultan Arief sedang menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Bandung.
Rahardjo juga melakukan aksi gembok pintu Bangsal Dalem Arum Keraton Kasepuhan. Namun, pihak Sultan Arief mengambil alih kembali kendali Keraton Kasepuhan.
Sultan Arief kemudian meninggal dunia pada 22 Juli 2020. Putranya, yakni PRA Luqman Zulkaedin, meneruskan tahta ayahnya sebagai Sultan Sepuh XV. Prosesi jumenengannya dilakukan pada 30 Agustus 2020.
Perseteruan di antara kubu Luqman dan Rahardjo terus berlanjut. Dua pekan sebelum Luqman dinobatkan menjadi sultan, Rahardjo dilantik sebagai polmak atau penjabat sementara (Pjs) sultan oleh keluarganya.
Bahkan, Rahardjo kemudian melakukan jumenengan atau pengangkatan/penobatan dirinya sebagai Sultan Kasepuhan dengan gelar Sultan Aloeda II, pada Rabu, 18 Agustus 2021. Acara itu dilakukan di Omah Kulon, salah satu bangunan yang ada di dalam Keraton Kasepuhan Cirebon.
Rahardjo menyatakan, jumenengan terhadap dirinya dilakukan karena Sultan Sepuh XV, PRA Luqman, bukan keturunan murni Sunan Gunung Jati. Karena itu, Luqman dianggap tidak berhak atas tahta tersebut.
"Kalau merunut kembali dari kakek moyangnya Luqman, yaitu Alexander, beliau tidak memiliki hubungan darah sama sekali dengan Sultan Sepuh XI," tukas Rahardjo, Kamis (19/8/2021).
Karenanya, keturunan dari Sultan Sepuh XII Alexander Radja Radjaningrat, yakni Sultan Sepuh XIII PRA Maulana Pakuningrat, Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, dan Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin, praktis bukan keturunan dari Sultan Sepuh XI. Sultan Sepuh XII hingga XV pun disebut bukan keturunan murni dari Sunan Gunung Jati.
Rahardjo menambahkan, dirinya pun berpegang pada putusan Mahkamah Agung (MA) tahun 1964, yang menolak forum previlegiatum yang diajukan Alexander. Dengan putusan itu, dia menilai, NKRI pada 1958 tidak mengakui Alexander sebagai sultan.