Kamis 26 Aug 2021 07:19 WIB

Studi, Deddy Corbuzier, dan Narasi Herd Immunity

Apa yang terjadi pada Deddy Corbuzier membuktikan Covid-19 masih misteri.

Deddy Corbuzier  (foto ilustrasi)

Oleh : Mas Alamil Huda, Jurnalis Republika

Sinovac kita ketahui vaksin berplatform inaktivasi. Berbeda dengan Moderna maupun Pfizer yang berplatform m-RNA. Tapi namanya vaksin, substansinya tak beda. Semua merangsang antibodi untuk bisa mengenali Covid-19, dan menghajarnya jika sewaktu-waktu virus yang sesungguhnya masuk ke tubuh. Saat uji klinis, vaksin dari China ini kita ketahui efikasinya lebih rendah dari yang lain, baik Pfizer, Moderna, atau AstraZeneca.

Tetapi ada riset menarik soal Sinovac ini, atau secara lebih umum vaksin berplatform inaktivasi. Dalam jurnal Efficacy of Inactivated SARS-CoV-2 Vaccines Against the Delta Variant Infection in Guangzhou: A Test-Negative Case-Control Real-World Study, vaksin virus inaktif terbukti efektif terhadap varian Delta. Vaksin mencegah, 59 persen Covid-19 bergejala, 70,2 persen Covid-19 bergejala sedang, dan 100 persen Covid-19 bergejala berat.

Kemudian penelitian kedua di jurnal Effectiveness of Inactivated COVID-19 Vaccines Against COVID-19 Pneumonia and Severe Illness Caused by the B.1.617.2 (Delta) Variant: Evidence from an Outbreak in Guangdong, China. Studi ini menyebut, 69,5 persen vaksin virus inaktif mencegah pneumonia karena Covid-19 dan 100 persen mencegah Covid-19 bergejala berat.

Evaluasi efektivitas vaksin Covid-19 juga dilakukan Kemenkes. Hasilnya membuktikan vaksin mampu menurunkan risiko terinfeksi Covid-19 dan mengurangi perawatan serta kematian bagi tenaga kesehatan (nakes). Jumlah nakes yang telah divaksinasi lengkap yang harus dirawat jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang belum divaksinasi.

Kita tahu nakes sebagian besar mendapat vaksin Sinovac untuk dua dosis. Riset ini dilakukan sebelum nakes menerima dosis ketiga atau penguat (booster) menggunakan Moderna.

Jalan ikhtiar

Beberapa hasil studi itu bisa jadi pegangan kita semua, setidaknya untuk sampai saat ini, hingga ada studi lagi yang menemukan bukti-bukti ilmiah yang lebih kuat dan lebih komprehensif. Maka sekarang menurut saya perdebatannya bukan lagi soal vaksin mana yang persentasenya lebih besar melindungi kita dari paparan Covid-19, apalagi perlu atau tidaknya divaksin.

Vaksinasi adalah salah satu dari sekian banyak ikhtiar memerangi pandemi. Gagal pun kita tak rugi, apalagi jika berhasil. SARS-CoV-2 atau virus penyebab Covid-19 memang masih banyak yang tidak diketahui manusia, seperti yang saya sebut di awal. Itulah mengapa setiap ikhtiar menjadi penting di tengah tidak adanya jaminan kepastian hasil.

Apa yang terjadi pada Deddy Corbuzier adalah satu dari sekian deretan legitimasi betapa Covid-19 ini masih diselimuti misteri. Teori tentang imunitas tubuh yang prima bisa dengan gampang melawan virus seolah batal begitu saja, setidaknya di kasus ini.

Oke, jika kemudian dibilang pola hidup sehatnya, konsumsi vitaminnya, asupan makanannya, itu membantunya melawan badai sitokin. Tapi, kenapa Deddy Corbuzier sampai mengalami badai sitokin, bahkan ketika sudah dinyatakan negatif Covid-19, juga menjadi tanda tanya besar yang belum menemu jawaban pasti.

Saya tak bermaksud mengaitkan atau bahkan menyimpulkan apa yang dialami Deddy berkelindan dengan vaksinasi. Saya tidak tahu apakah Deddy sudah divaksin Covid-19 atau belum. Saya hanya ingin bilang bahwa sampai saat ini masih banyak celah yang tak diketahui manusia secara pasti terkait Covid-19.

Karena bukan hanya tidak salah, tetapi fakta ilmiah pula bahwa kebugaran dan pola hidup sehat adalah senjata ampuh untuk berperang jika kita terpapar Covid-19. Namun sekali lagi, Covid-19 masih menyimpan banyak rahasianya.

Herd immunity

Lonjakan curam pada Juni lalu hingga mencapai puncak di pertengahan Juli belum diketahui penyebabnya. Setidaknya pemerintah belum menyebutkannya secara terbuka, selain menyatakan kendurnya penerapan prokes oleh masyarakat. Sangat mungkin benar. Tapi saya meyakini, sebab dari sebuah kejadian, apapun itu, tidak pernah tunggal.

Jangan juga lupa, cakupan vaksinasi kita masih rendah....

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement