REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah bahwa hukuman terhadap terpidana korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19, Juliari Peter Batubara mengikuti tuntutan jaksa KPK. Lembaga antirasuah itu menegaskan kalau tuntutan jaksa tidak mempengaruhi putusan hakim terhadap Juliari.
"Ada prinsip kebebasan hakim dalam proses persidangan. Hakim tentu tidak tergantung pada tuntutan, amar tuntutan dari jaksa," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri di Jakarta, Selasa (24/8).
Ali mengatakan jaksa hanya meminta hukuman ke hakim sesuai temuan dan pertimbangannya selama persidangan. Sedangkan, sambung dia, putusan yang diberikan terhadap mantan menteri sosial (mensos) itu murni hak hakim.
"Saya kira hakim mempertimbangkan, kemarin kita sudah mendengarkan ada alasan memberatkan, alasan meringankan, ada pertimbangan lain itulah yang menjadi dasar putusan amarnya dibacakan," ujar Ali.
Ali menilai keliru kritik terkait hukuman 12 tahun penjara bagi Juliari mengingat jaksa KPK tidak ikut dalam merapatkan hukuman penjara untuk Juliari. KPK menilai bahwa hakim sudah bijak dalam memberikan putusan karena seluruh permintaan jaksa sudah dikabulkan.
"Tapi, kemudian apresiasi kami, tentu kan seluruh amar tuntutan dari jaksa itu kan dikabulkan, baik pidana badan, uang pengganti, denda, sampai pencabutan hak politik," katanya.
Sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penjara 12 tahun untuk mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara belum mencapai keadilan. Kedua lembaga swadaya masyarakat itu menyalahkan KPK menyusul ringannya hukuman bagi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
MAKI menilai kalau Juliari lebih pantas dihukum 20 tahun lantaran korupsi yang dia lalukan langsung berdampak ke masyarakat yang butuh uluran tangan pemerintah saat pandemi Covid-19 merajalela. MAKI melanjutkan bahwa hukuman Juliari bisa lebih berat jika KPK tegas saat tuntutan.