REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai putusan 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara tidak masuk akal. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, putusan tersebut bahkan semakin melukai masyarakat selaku korban korupsi bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.
"Betapa tidak, melihat dampak korupsi yang dilakukan oleh Juliari, ia sangat pantas dan tepat untuk mendekam seumur hidup di dalam penjara," kata Kurnia dalam keterangannya, Senin (23/8).
Kurnia menjabarkan, sedikitnya terdapat empat argumentasi yang dapat mendukung penilaian hukuman tersebut. Pertama, Juliari melakukan kejahatan saat menduduki posisi sebagai pejabat publik. Sehingga, menurut dia, berdasarkan hukuman Juliari mesti diperberat berdasarkan Pasal 52 KUHP.
Kedua, lanjutnya, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan betapa korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, terhadap masyarakat.
Ketiga, sambung Kurnia, hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi, Juliari tak kunjung mengakui perbuatannya. Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari.
Keempat, menurutnya, hukuman berat yang dijatuhkan terhadap Juliari bisa memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah situasi pandemi Covid-19 "Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, baik KPK maupun Pengadilan, dalam menangani perkara korupsi bansos," ucap Kurnia.
Bahkan, ICW menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku aparat penegak hukum sejak awal enggan mengembangkan penyidikan guna menjerat pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam perkara tersebut.
Indikasi itu, kata Kurnia, sudah terlihat sejak proses penyidikan. Misalnya, keterlambatan melakukan penggeledahan dan keengganan memanggil sejumlah politisi sebagai saksi.
Tidak hanya itu, saat penuntutan pun tidak jauh berbeda. Mulai dari menghilangkan nama sejumlah pihak dalam surat dakwaan, ketidakmampuan jaksa untuk memanggil pihak yang diduga menguasai paket pengadaan bansos, dan rendahnya tuntutan terhadap Juliari.
Di luar proses hukum, KPK juga diketahui memberhentikan Kasatgas Penyidikan dan Penyidik perkara bansos melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) serta membangun dalih seolah-olah ingin menyelidiki dugaan kerugian negara. "Padahal diduga kuat tindakan itu untuk memperlambat dan melokalisir perkara ini agar berhenti hanya terhadap Juliari," tutur Kurnia.
ICW memandang, majelis hakim yang menyidangkan perkara ini. Selain putusan yang dinilainya sangat ringan, kata Kurnia, isu lain seperti gugatan korban bansos juga ditolak dengan argumentasi yang janggal.