REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, pemberian remisi terhadap para narapidana (napi) korupsi merupakan hak mereka, namun dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
"Remisi merupakan hak seorang narapidana untuk mendapat pengurangan pidana, namun tentu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/8).
Hal itu menanggapi terkait 214 napi perkara korupsi yang diberikan remisi oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Pas Kemenkumham) dalam rangka HUT Ke-76 Republik Indonesia (RI), termasuk Djoko Tjandra yang terjerat kasus buron dan suap aparat.
Ali menjelaskan, ranah KPK dalam menangani kasus korupsi adalah menyelidik, menyidik, dan menuntut sesuai fakta, analisis, dan pertimbangan hukumnya. "Di mana korupsi merupakan extra ordinary crime yang memberi imbas buruk pada multiaspek, sekaligus merugikan keuangan maupun perekonomian negara," ujar Ali.
Oleh karena itu, kata Ali, selain hukuman pidana pokok, KPK juga fokus pada optimalisasi asset recovery sebagai upaya pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi yang dinikmati para koruptor. K
PK berharap, setiap hukuman pokok dan tambahan kepada para pelaku korupsi itu bisa memberikan efek jera dengan tetap menjunjung asas keadilan hukum. Hal tersebut, kata Ali, sekaligus menjadi pembelajaran bagi publik agar kejahatan serupa tak terulang.
"Oleh sebab itu pula, agar korupsi tidak menjadi kejahatan yang terus terjadi, KPK juga simultan menjalankan strategi upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi. Dengan harapan besar, kelak negeri ini bersih dari korupsi," ujar Ali.