Pengusaha Percetakan, Bayu Anggoro (29), mengatakan, dalam sepekan ia sudah mencetak hampir seratus sertifikat. Namun, ia mengaku mensortir pelanggan yang hendak mencetak kartu guna meminimalisir kepalsuan data.
"Kalau kartu vaksin, itu kan kita juga kita sortir ya, takutnya kan datanya palsu, jadi kita minta dari link-link resmi aja, yang dapet dari SMS atau engga dari aplikasi pedulilindungi itu," terangnya kepada wartawan.
Bayu menjual kartu vaksin seharga Rp 30 ribu kepada pembeli langsung. Namun, ia juga menjual ke reseller dengan harga Rp 15 ribu.
"Saya nggak lepas ke market place, kita mendingan dari pesan berantai aja, dari WhatsApp. Jadi yang bikin pun semuanya terhubung gitu, orang kenal," ujar dia.
Konsumen mengandalkan kepercayaan saat memberikan data mereka kepada penyedia jasa percetakan. Sehingga, Bayu tidak menerima konsumen yang tidak dikenalnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kota Bekasi, Taufik R Hidayat, mengatakan, pencetakan kartu vaksin perlu diantisipasi agar tidak terjadi penyalahgunaan data pribadi.
"Jadi perlu diantisipasi saja di mana kita mencetak sertifikat itu agar ketika ada penyalahgunaan dapat ditracking siapa yang melakukan," jelas dia.
Kendati begitu, senada dengan Rahmat Effendi, ia juga tak mempermasalahkan warga yang mau mencetak kartu sertifikat vaksin sendiri."Kalau bisa dilakukan lebih baik diprint sendiri dan dilaminating sehingga aman dari kemungkinan penyalahgunaan NIK," terangnya.
Adapun, capaian vaksinasi di Kota Bekasi sendiri baru mencapai 25,06 persen dari 2 juta penduduk atau setara 505.300 orang pada vaksin dosis pertama. Sedangkan untuk dosis kedua, baru mencapai 214.198 orang atau 10,62 persen.
"Jika digabung, kini sudah ada 719.498 orang yang telah divaksin," kata Kepala Humas Pemkot Bekasi, Sayekti Rubiah, Selasa (10/8).