Jumat 06 Aug 2021 21:10 WIB

Mendesak Pelunasan Insentif Puluhan Ribu Nakes

Pemerintah diminta segera membenahi pembayaran insentif nakes.

Amnesty International Indonesia mencatat 21.424 nakes merasakan pemotongan atau penundaan pembayaran insentif di Tanah Air.
Foto:

Padahal, ia menegaskan tertundanya insentif nakes merupakan pelanggaran. UUD pasal 28 D jelas dinyatakan setiap tenaga kerja mendapatkan hak atas imbalan serta perlakuan adil dan layak. Kemudian di undang-undang (UU) Hak Asasi Manusia (HAM) pasal 38 dan 39 berhak atas upaya yang adil, menjamin kelangsungan kehidupan keluarga.

Tak hanya itu, menurutnya keterlambatan insentif berpotensi melanggar UU Amnesty Pemerintahan pasal 17. Artinya kepastian hukum sudah menjamin nakes mendapatkan insentif, tetapi faktanya banyak yang tidak mendapatkannya.

"Pemerintah menyalahgunakan wewenang. Karena sudah ada kewajiban pengaturan tetapi tidak diberikan atau lambat," katanya.

Pemerintah juga melanggar azas pemerintahan yang baik. Padahal, nakes sangat butuh insentif karena bermanfaat untuk kehidupan pribadi mereka.

Ia menegaskan nakes punya legal standing untuk memperjuangkan haknya. Ia mendorong nakes jangan takut untuk menuntut pencairan insentif karena jelas haknya. "Jangan sampai nakes yang sudah berjuang mati-matian tetapi tidak mendapatkan haknya," katanya.

Hingga 30 Juni 2021, pemerintah sudah mengeluarkan Rp 2,65 triliun untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan (nakes) pusat sebesar Rp 2,65 triliun per 30 Juni 2021. Alokasi tersebut sudah 69,8 persen dari pagu 2021 sebesar Rp 3,79 triliun.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dikutip pada 2 Juli 2021 mengatakan, pembayaran insentif tersebut disalurkan kepada 323.486 nakes yang bekerja di 6.198 fasilitas kesehatan. Pemberian insentif nakes daerah meliputi dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi, bidan dan perawat, hingga tenaga kesehatan lainnya.

Sri Mulyani juga memerinci, pembayaran santunan kematian sebesar Rp 49,8 miliar. Adapun jumlah ini sudah setara 99,6 persen dari pagu yang diberikan sebesar Rp 50 triliun.

"Pembayaran santunan kematian sebesar Rp 49,8 miliar kepada 166 tenaga kesehatan yang wafat," ucapnya.

Sri Mulyani mengakui, realisasi pemberian insentif bagi tenaga kesehatan daerah masih sangat minim. Hal ini bisa dilihat dari alokasi anggaran sebesar Rp 8,15 yang disiapkan di dalam APBD melalui DAU/DBH baru terealisasi sebesar Rp 650 miliar.

“Alokasi pada provinsi sebesar Rp 120 miliar dan pada kota kabupaten kota sebesar Rp 53 miliar,” ucapnya.

Namun Sri Mulyani menegaskan, lamanya waktu realisasi pembayaran tunggakan 2020 bukan disebabkan oleh faktor ketersediaan anggaran. "Lebih pada tata kelola dan bagaimana menciptakan akuntabilitas akurasi data base dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan," ucapnya.

Dari data Kementerian Keuangan, total insentif dan santunan kematian tenaga kesehatan sebesar Rp 4,6 triliun pada tahun lalu. Adapun utang insentif tenaga kesehatan (nakes) pada 2020 yang telah selesai ditinjau oleh BPKP sebesar Rp 1,34 triliun atau 90,8 persen dari pagu per 11 Juni 2021. Nilai tersebut disalurkan kepada 200.506 nakes dan 1.607 fasilitas kesehatan.

photo
Separuh warga Jakarta pernah terinfeksi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement