Jumat 06 Aug 2021 15:11 WIB

Menggagas Cetak Biru Guru Indonesia

Negara masih bisa melakukan pengadaan barang, tapi mengangkat guru honorer gak bisa.

Sejumlah Guru honorer melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Negara untuk bertemu Presiden Joko Widodo di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (26/4/2021). Aksi jalan kaki tersebut menuntut pembayaran gaji guru honorer yang belum dibayarkan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi dari Bulan Januari 2021.
Foto:

Oleh : Tamsil Linrung, Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI.

Semua agenda pembenahan tentu berangkat dari data. Maka, yang utama dilakukan adalah membuat pemetaan atau grand design tentang guru, dengan melibatkan organisasi profesi guru, pakar pendidikan, dan seluruh stakeholder terkait. Selama sumber data tidak akurat, selama itu pula kita terseok dan tertatih melakukan pembenahan dan perencanaan ke depan. Grand design dimaksud adalah cetak biru yang memuat data padu dan menyeluruh tentang guru dari hulu ke hilir.

Kita memahami negara sedang kesulitan anggaran. Situasi ini jelas berdampak pada pengangkatan ASN, PNS, atau PPPK, entah dari sisi jumlah atau penggajian. Namun, kesulitan anggaran rasanya tidak bijak bila menjadi alasan mengendurkan apresiasi negara pada guru honorer, khususnya mereka yang telah mengabdikan separuh hidupnya membina generasi muda bangsa.

Lagi pula, kalau persoalannya anggaran, ini agak mengherankan karena negara terlihat mampu memenuhi hal-hal yang sifatnya pengadaan barang dan jasa. Antusiasme ini, misalnya, terlihat pada sikap greget sejumlah kementerian mendorong program digitalisasi sekolah berupa pengadaan laptop dan alat TIK lainnya senilai 17,5 triliun, yang nilai dan spek laptopnya menjadi pertanyaan sejumlah pihak.

Artinya, barangkali ada problem tentang skala prioritas pembangunan pendidikan kita. Digitalisasi sekolah itu penting, terlebih di era pandemi. Perangkat keras yang mendukungnya juga tak kalah penting. Tetapi, perangkat keras ini harus didukung oleh infrastruktur jaringan internet yang merata.

Faktanya, kondisi geografis Indonesia yang begitu luas belum sepenuhnya terjangkau teknologi digital berbasis internet, semisal pulau-pulau terluar NKRI. Menurut Kemenkominfo, lebih dari Sembilan ribu daerah di Indonesia belum tercover jaringan internet 4 G dan lebih dari tiga ribu daerah yang belum tercover jaringan internet 3 G.

Jadi, persoalan yang lebih substantif tentu pemerataan kualitas pendidikan. Salah satunya dapat dimulai dengan mengurai problem kesenjangan, kesejahteraan, dan kualitas guru. Selanjutnya, barulah kita berpikir tentang infrastruktur, dengan tetap berpatokan pada skala prioritas dan urgensinya.

Pun begitu dengan pembangunan infrastruktur lain. Tak perlu memaksakan ibukota baru bila tidak signifikan mendorong ekonomi bangsa atau bahkan berpotensi menambah utang negara dengan beban pelunasan yang entah kapan berakhirnya. Begitu pula dengan jalur kereta api Bandung Jakarta yang terus menjadi polemik, dan proyek-proyek lainnya.

Jadi, sebenarnya terbuka jalan bila bangsa ini sepakat mengangkat harkat dan martabat guru honorer. Target Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD sudah pasti ke arah ini. Target minimal adalah, pertama, mendorong kebijakan afirmatif berupa pengangkatan menjadi PNS bagi guru honorer berusia di atas 35 tahun. Bagaimana pun negara tidak boleh menafikan jasa-jasa mereka yang telah mengabdikan diri sebagai guru berpuluh tahun lamanya.

Kedua, mendorong sertifikasi guru Pendidikan Agama dengan  revisi PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Kita tahu, guru agama adalah satu-satunya profesi guru yang terpisah antara kewenangan pengangkatan oleh Kemendikbud dan Pemda, sedangkan pembinaan dan pengelolaannya oleh Kemenag.

Soal lainnya, seleksi PPPK hanya bisa diikuti oleh guru agama yang telah masuk dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Adapun guru agama madrasah yang berada di bawah naungan Kemenag tidak terakomodir karena belum masuk dalam Dapodik. Pansus Guru Honorer dan Tenaga Kependidikan DPD akan berupaya mendorong kebijakan agar guru-guru agama di madrasah tersebut dapat diberi hak untuk mengikuti seleksi PPPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement