Jumat 06 Aug 2021 14:23 WIB

Pakar: Argumentasi KPK Soal Malaadministrasi tak Substansial

Pimpiinan KPK dinilai tak memahami aturan kewenangan Ombudsman RI.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari memberikan paparan dalam diskusi di Jakarta, Ahad (5/3).
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari memberikan paparan dalam diskusi di Jakarta, Ahad (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengkritik sikap pimpinan KPK yang membantah hasil temuan Ombudsman terhadap praktik malaadministrasi penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK). Ia menilai KPK hanya berupaya mencari kesalahan pada pihak lain.

Feri menilai argumentasi yang disampaikan pimpinan KPK justru lari dari substansi terkait malaadministrasi dalam penyelenggaraan TWK. Ia menyebut KPK seolah menimbulkan kesan Ombudsman yang melanggar administrasi malah memeriksa KPK yang melanggar administrasi.

"KPK sama sekali tidak membantah institusinya melanggar administrasi atau tidak. Sehingga bukan tidak mungkin ini pengakuan KPK telah melakukan cacat administrasi, namun untuk membela diri dinyatakanlah ORI juga melakukan cacat administrasi," kata Feri kepada Republika.co.id, Jumat (6/8).

Feri menuding KPK tidak membaca utuh peraturan terkait Ombudsman RI. Dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ayat (1) huruf c UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI diatur salah satu fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman adalah meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotocopy dokumen yang diperlukan dari instansi manapun. Tujuannya untuk pemeriksaan dari instansi manapun guna pemeriksaan laporan dan instansi terlapor.

Dalam menyelengarakan fungsi, tugas dan kewenangannya, berdasarkan Pasal 12 UU ORI tersebut, Ombudsman dibantu asisten. Sehingga menurut Feri, kewenangan melakukan klarifikasi yang dilakukan keasistenan bidang pemeriksaan sudah tepat. Ia menyayangkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang tidak memahami aturan Ombudsman.

"Apakah boleh klarifikasi dilakukan pimpinan ORI? Tentu saja boleh karena secara UU itu kewenanganya pimpinan ORI. Asisten hanya melakukan dalam rangka membantu tugas dan kewenangan pimpinan ORI tersebut," ujar Feri.

Feri meyakini Nurul Ghufron bukan sosok yang bisa lalai dalam membaca peraturan. Ia merasa Nurul Ghufron terkesan mencari kesalahan Ombudsman. "Jadi hal itu bagi saya bukan karena ketidakmengertian Nurul Ghufron terhadap konsep administrasi dan hukum administrasi, tapi lebih mirip sebagai alasan yang dicari-cari terhadap berbagai kealpaan administrasi yang dilakukan KPK dalam melaksanakan TWK," ucap Feri yang juga peneliti Dewi Keadilan Social Justice Mission (THEMIS Indonesia).

Sebelumnya, KPK menuding Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan yang tengah ditangani pengadilan. Tuduhan itu disampaikan menyusul keberatan KPK terhadap laporan akhir hasil pemeriksaan berkenaan dengan TWK.

Ombudsman sudah lebih dulu menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement