Jumat 06 Aug 2021 13:13 WIB

Penolakan Malaadministrasi TWK KPK yang tidak Mengejutkan

Penolakan KPK dinilai sebagai tindakan antikoreksi lembaga.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron melambaikan tangan sebelum memberikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/8/2021). KPK menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI mengenai proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
Foto:

Penyidik Senior KPK nonaktif, Novel Baswedan, mengatakan pimpinan KPK seharusnya malu dengan temuan Ombudsman RI yang menyebut adanya kecacatan administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. "Temuan dari Ombudsman itu serius, dan menggambarkan bahwa proses TWK adalah suatu skandal serius dalam upaya pemberantasan korupsi. Mestinya pimpinan KPK malu ketika ditemukan fakta itu, setidaknya responsnya minta maaf," kata Novel.

Namun, lanjut Novel, KPK justru menolak tindakan korektif yang disampaikan oleh Ombudsman RI. Novel memandang sikap lembaga antirasuah sangatlah luar biasa.

"Ini memalukan, dan menggambarkan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh pejabat penegak hukum. Karena kaidah penting yang mesti dipegang oleh pejabat penegak hukum adalah taat hukum dan jujur. Sayangnya pimpinan KPK tidak bisa menjadi contoh atas hal itu," tegas Novel.

Dalam keterangan tertulisnya, 75 Pegawai KPK yang tidak lulus TWK juga mengaku tidak terkejut dengan respons lembaga antirasuah. Mereka menyebut apa yang disampaikan KPK merupakan sikap antikoreksi.

"Kami tidak terkejut atas keputusan KPK terhadap respons atas rekomendasi resmi dari lembaga Ombudsman yang diberikan kewenangan untuk memberikan rekomendasi dan tindakan korektif. Sikap ini, kami lihat sebagai sikap antikoreksi," kata perwakilan 75 pegawai sekaligus Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo.

Menurutnya, sebagai lembaga penegak hukum, KPK sepatutnya menaati hukum tanpa pilih-pilih. Tindakan korektif yang disampaikan Ombusman, lanjutnya, seharusnya dijadikan bahan perbaikan oleh KPK.

"Bukan malah menyerang pemberi rekomendasi yang mencari solusi terhadap permasalahan status 75 pegawai KPK. Ini sama saja KPK memilih untuk kill the messenger bukannya mengapresiasi rekomendasi Ombudsman," ucapnya.

Yudi menilai, sikap yang disampaikan KPK itu menunjukkan pernyataan pimpinan yang telah berupaya memperjuangkan hak serta nasib 75 pegawai sebagai retorika belaka.

Padahal, kata dia, seharusnya pimpinan KPK menjadikan rekomendasi Ombudsman sebagai dasar memperjelas status 75 pegawainya sesuai dengan Revisi UU KPK, Putusan MK, dan arahan Presiden. "Sehingga 75 pegawai tersebut bisa segera kembali bekerja melaksanakan tupoksinya dalam memberantas korupsi di Indonesia," imbuhnya.

Kemarin, dalam keterangan pers, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron meminta Ombudsman agar tidak mencampuri urusan internal lembaga antirasuah. Dia mengatakan, peralihan status kepegawaian dan kesumber Daya Manusiaan (SDM) merupakan masalah internal KPK.

"Kami menyampaikan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI kepada KPK," kata Nurul.

Ia mengingatkan bahwa KPK tidak tunduk pada instansi apapun. Dia mengatakan, KPK tidak berada di bawah institusi apapun dan tidak bisa diintervensi kekuasaan manapun.

KPK bahkan menuding Ombudsman melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan yang tengah ditangani pengadilan. "Ombudsman melanggar kewajiban hukumnya untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan," kata Nurul.

Menurut Ghufron, Ombudsman memeriksa pokok perkara tentang keabsahan formil pembentukan perkom KPK nomor 1 tahun 2020 yang saat ini tengah dalam proses pemeriksaan Mahkamah Agung (MA). Dia mengatakan, Ombudsman seharusnya menolak dan tidak melanjutkan laporan yang dilayangkan pegawai nonaktif KPK.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Ombudsman merupakan lembaga yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik. Sedangkan para pelapor bukanlah masyarakat penerima pelayanan publik KPK sebagai pihak yang berhak melapor dalam pemeriksaan Ombudsman.

Di saat yang bersamaan, Ghufron juga membantah laporan malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK. Dia mengklaim bahwa temuan Ombudsman tidak memiliki dasar hukum serta bukti. KPK akan mengirimkan surat keberatan tersebut Ombudsman hari ini.

"Kami menyampaikan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI kepada KPK," kata Nurul Ghufron.

Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriksaan terkait pengayaan TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.

"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan malaadministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.

photo
Ombudsman RI telah menyampaikan hasil pemeriksaan terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement