Kamis 05 Aug 2021 18:26 WIB

Bayangan Pertumbuhan Ekonomi Minus di Kuartal III

Sri Mulyani perkirakan ekonomi kuartal III menurun dibanding kuartal II.

Bendera putih tanda berkabung dipasang di tepi Jalan Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/7). Pemasangan bendera putih ini sebagai tanda simbolis kesulitan pedagang di tengah PPKM dan perpanjangannya. PPKM diperkirakan akan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Bendera putih tanda berkabung dipasang di tepi Jalan Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/7). Pemasangan bendera putih ini sebagai tanda simbolis kesulitan pedagang di tengah PPKM dan perpanjangannya. PPKM diperkirakan akan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Nawir Arsyad Akbar, Novita Intan, Dedy Darmawan Nasution

Pertumbuhan ekonomi di kuartal II yang tumbuh 7,07 persen dibayangi kemungkinan berlanjut dengan penurunan pertumbuhan ekonomi di kuartal III. Pasalnya, selama kuartal III Indonesia berada dalam jerat ledakan kasus Covid-19 yang diikuti dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) serta perpanjangannya.

Baca Juga

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan saat ini Indonesia berhasil keluar satu kuartal dari resesi. Tapi ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan kembali minus di kuartal ke III 2021 karena adanya lonjakan kasus covid dan PPKM level 4.

"Jangan keburu senang dulu karena pemulihan semu satu kuartal. Konsumsi rumah tangga bisa melemah lagi, dan motor dari investasi juga terpengaruh dengan adanya PPKM," ujar Bhima kepada Republika, Kamis (5/8).

Ia menjelaskan, kuartal II wajar tumbuh tinggi 7,00 persen karena di kuartal ke II tahun 2020 lalu pertumbuhan ekonomi anjlok sekali yakni kontraksi 5,3 persen. Jadi ada sedikit pemulihan saja langsung positif tinggi, atau disebut low base effect.

Pada kuartal ke II masih belum ada PPKM darurat, sehingga mobilitasnya lebih bagus dari kuartal ke III. Menurut Bhima, pada kuartal ke II juga ada pemulihan yang semu, misalnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) naik menjadi 107,4 menunjukkan masyarakat mulai optimis berbelanja.

Saat itu mobilitas sudah mulai tinggi, meski belum seperti pra pandemi. Seruan dilarang mudik, tapi tempat wisata dibuka juga membuat sektor transportasi dan akomodasi naik. Masyarakat juga terbantu dengan adanya THR dibayar penuh, berbeda dengan tahun sebelumnya yang bisa dicicil.

THR berperan penting mendorong masyarakat belanja khususnya menopang sektor makanan minuman atau pembelian direstoran. Daya beli sempat pulih.

Kemudian sektor industri manufaktur mengalami pemulihan di kuartal ke II, dengan PMI manufaktur sempat 53 atau ada diatas angka 50 yang menandakan industri mulai ekspansi lagi. Dari sisi ekspor dan investasi mulai rebound.

Sementara itu, kualitas pertumbuhan di kuartal ke II termasuk rendah, karena sektor-sektor yang tumbuh justru sektor non-tradeable seperti jasa keuangan, transportasi, perhotelan dan perdagangan. Sementara sektor yang serapan tenaga kerjanya besar yakni sektor pertanian cuma tumbuh 0,38 persen yoy.

Bhima memprediksi, realisasi investasi bakal tertunda di kuartal III, investor akan wait and see dulu kapan kasus harian Covid turun signifikan, juga pelonggaran mobilitas dilakukan. Menurutnya, hal terpenting saat ini adalah pemerintah fokus mengantisipasi kuartal ke III dan kuartal ke IV agar ekonomi bisa selamat dari resesi dan tumbuh positif selama satu tahun penuh.

"Proyeksi pertumbuhan kuartal III ekonomi minus 1 persen sampai dengan minus 2 persen yoy," ujar Bhima.

Pada kuartal selanjutnya, yang mendorong pertumbuhan ekonomi tinggal sektor ekspor dan belanja pemerintah selama kuartal ke III. Pemulihan ekonomi di negara mitra dagang utama, lanjut Bhima, harapannya mendorong kenaikan sisi ekspor.

Sementara serapan dan penambahan alokasi belanja pemerintah dalam rangka menghadapi efek PPKM level 4 juga bisa mendorong belanja pemerintah. "Tapi dua sektor tadi tetap tidak bisa mengkompensasi penurunan tajam di konsumsi rumah tangga selama PPKM ketat," kata Bhima.

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Jon Erizal, menyambut baik pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 sebesar 7,07 persen. Namun ia mengingatkan, kondisi tersebut tak bisa disamakan ketika belum adanya pandemi Covid-19.

Tumbuhnya ekonomi patut disambut positif, tetapi kondisi saat ini disebutnya belumlah normal. Sebab dengan adanya pergerakan ekonomi yang sedikit saja di tengah pembatasan aktivitas, tentu pertumbuhan akan bergerak cukup signifikan.

"Ada pergerakan ekonomi sudah naik, tapi jangan samaan dengan pergerakan 7 persen kalau ekonomi normal," ujar Jon saat dihubungi, Kamis (5/8).

Ia menjelaskan, penerimaan negara saat ini banyak yang ditutup oleh utang. Pasalnya, penerimaan negara dalam bentuk pajak menurun selama pandemi, ditambah dengan belanja masyarakat yang juga menurun karena adanya sejumlah kebijakan pembatasan kegiatan.

"Belanja masyarakat dengan kondisi ekonomi stuck dan minus itu pasti drop, banyak pengangguran tumbuh, dan banyak UMKM tidak bergerak. Kita mendorong pemerintah untuk belanja pemerintahnya dipercepat dan alokasinya tepat sasaran," ujar Jon.

Pemerintah dan masyarakat diingatkannya untuk tak menyamakan pertumbuhan ekonomi saat pandemi dengan kondisi normal sebelum adanya Covid-19. Sebab realitanya, masih banyak masyarakat yang tidak merasakan dampak dari pertumbuhan tersebut.

"Kondisi belum seperti yang lalu, jauh dari yang lalu. Jadi hati-hati juga, bukan masyarakat nanti 'kok masih banyak yang nganggur, kok masih banyak masalah-masalah ekonomi lainnya'," ujar Jon.

Pemerintah juga dimintanya untuk tidak jumawa dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021. Sebab hal tersebut bisa kembali turun jika ada hambatan dalam memberikan stimulus kepada masyarakat terdampak.

Karena belanja masyarakat memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi negara. Untuk itu, negara harus memastikan bahwa stimulus bantuan yang diberikan kepada rakyat jangan sampai terhambat.

"Pemerintah harus waspada betul, karena kalau itu kurva W (naik kemudian turun) itu bisa saja terjadi," ujar Jon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement