Rabu 04 Aug 2021 06:19 WIB

Pakar Hukum Ragu KPK Dapat Tangkap Harun Masiku

Feri mengkritisi penerbitan red notice terhadap Harun Masiku.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari meragukan kemampuan KPK untuk menangkap tersangka buronan kasus korupsi Harun Masiku. Bahkan, ia mengatakan, ada kesan KPK seakan sangat kesulitan untuk memastikan lokasi Harun Masiku. (Foto: Gedung Merah Putih KPK)
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari meragukan kemampuan KPK untuk menangkap tersangka buronan kasus korupsi Harun Masiku. Bahkan, ia mengatakan, ada kesan KPK seakan sangat kesulitan untuk memastikan lokasi Harun Masiku. (Foto: Gedung Merah Putih KPK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari meragukan kemampuan KPK untuk menangkap tersangka buronan kasus korupsi Harun Masiku. Bahkan, ia mengatakan, ada kesan KPK seakan sangat kesulitan untuk memastikan lokasi Harun Masiku.

Harun Masiku dimasukan ke dalam daftar buronan oleh KPK pada 17 Januari 2020 lalu. Namun sampai saat ini, KPK maupun aparat penegak hukum lain belum bisa menemukan keberadaannya.

Baca Juga

Feri mengkritisi penerbitan red notice terhadap Harun Masiku. Sebab, menurutnya, perlu dipastikan lebih dulu apakah Harun Masiku benar-benar telah keluar negeri.

"Penerbitan red notice janggal, tentu harusnya ada kepastian bahwa buronan lari keluar negeri sehingga perlu kerjasama interpol buat menangkap," kata Feri kepada Republika, Selasa (3/8).

"Padahal dari info yang mengemuka ke publik, buronan (Harun Masiku) ada di Indonesia kenapa perlu red notice," ujar Feri.

Informasi yang dimaksud Feri, yakni pernyataan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) KPK non-aktif, Harun Al Rasyid, yang mengaku mengetahui dan akan menangkap Harun Masiku jika kembali diaktifkan. Harun Al Rasyid merupakan salah satu penyidik yang ditugaskan untuk memburu Harun Masiku.

Harun Al Rasyid sempat mengungkapkan mengetahui keberadaan Harun Masiku dan mengonfirmasi bahwa tersangka buron itu sempat berada di Jakarta. Namun saat ini Harun Al Rasyid terpaksa dinonaktifkan akibat tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) yang cacat administrasi.

Feri juga menyinggung tekanan politik yang ditujukan kepada KPK dalam perburuan Harun Masiku. Ia menganggap tekanan itu malah menyulitkan KPK menghadirkan kebenaran ke hadapan publik.

"Tentu karena pimpinan KPK dipilih parpol (fit & proper test di DPR) maka ada tekanan politik itu. Nah bagaimana KPK bisa dianggap netral kalau langkah-langkah mereka cenderung ikuti keinginan parpol. Sementara publik ingin KPK tak dikendalikan parpol," ucap Feri.

Harun Masiku merupakan tersangka kasus suap paruh antar waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024. Status itu dia sandang bersamaan dengan tiga tersangka lain yakni mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota bawaslu Agustiani Tio Fridelia dan pihak swasta Saeful.

Wahyu disebut-sebut telah menerima suap Rp 900 juta guna meloloskan caleg PDIP Harun Masiku sebagai anggota dewan menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement