Kamis 29 Jul 2021 11:04 WIB

Pakar Sebut Pengganti Panglima TNI Jangan dari Lobi Politik

Panglima TNI mendatang tidak boleh ada dualisme loyalitas

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Feri Amsari mengatakan calon pengganti Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto seharusnya bukan hasil dari lobi politik. Justru Panglima TNI haruslah dipilih berdasarkan profesionalitas, kepemimpinan, integritas dan loyalitas terhadap Presiden. 

"Panglima TNI mendatang tidak boleh ada dualisme loyalitas seperti kepada Presiden dan parpol atau broker pelobi-nya. Panglima TNI harus loyal hanya kepada Presiden. Lebih tepatnya, Panglima TNI harus loyal kepada negara, bangsa dan konstitusi," ujar Fery kepada awak media, Kamis (28/7).

Baca Juga

Fery juga menegaskan, Panglima TNI haruslah seorang figur yang apolitis. Oleh karena itu Panglima TNI tidak boleh berkaitan dengan kepentingan politik kubu manapun. Sehingga Panglima TNI yang  dipilih tidak ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi serta HAM.

Lanjut Fery, Panglima TNI harus loyal dan patuh pada Presiden karena Presiden adalah Panglima Tertinggi TNI. Komunikasi politik yang dibangun dengan Presiden pun harus baik dan langsung, tidak melewati orang lain. Sehingga dapat menerjemahkan semua perintah arahan Presiden secara komprehensif. "Harusnya Panglima TNI dipilih yang tdk ikut politik praktis dan patuh pada konstitusi," tegasnya.

Sementara itu, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Ahmad Fanani Rosyidi mengatakan, pergantian Panglima TNI harus mempertimbangkan keseimbangan antar matra sesuai yang berlaku dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004. Oleh karena itu jika melenceng dari UU tersebut maka akan merusak tatanan atau kultur yang sudah ada di organisasi TNI. Apalagi jika dalam pergantian Panglima TNI mempertimbangkan alasan politik atau kekuasaan semata. "Jika hal itu yang terjadi maka akan merusak profesionalitas dan keseimbangan di tubuh TNI," kata Ahmad Fanani.

Terkait upaya dan antisipasi agar Panglima TNI ke depan tidak dimanfaatkan untuk agenda 2024, mantan peneliti bidang HAM di ELSAM ini meminta agar Presiden Jokowi untuk segera menyodorkan nama calon Panglima TNI ke DPR sesuai dengan waktunya. Sehingga DPR bisa menentukan dan mengusulkan  siapa yang bisa menjadi Panglima TNI untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. "Walaupun penentuan Panglima TNI hak prerogatif Presiden tapi harus sesuai konstitusi sehingga tidak ada dominasi matra untuk menjadi Panglima TNI," jelasnya.

Oleh karena itu, sambung Fanani, saat ini Presiden Jokowi diuji untuk memilih siapa yang bakal menjadi Panglima TNI. Pilihan Jokowi juga harus menghindari polemik. Karena jika yang dipilihnya keluar dari konstitusi maka akan menimbulkan polemik yang berkepanjangan.  Oleh karena itu dipastikan Jokowi akan taat UU dan kultur TNI dalam menentukan Panglima TNI. "Kalau sesuai urut kacang maka giliran dari AL. Tapi kalau dari AD akan menimbulkan polemik," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement