Sabtu 24 Jul 2021 10:21 WIB

Aksi Tolak PPKM Minim Empati terhadap Nakes dan Masyarakat

KSP sebut butuh kerjasama masyarakat dan pemerintah tangani Covid-19.

Rep: Dessy Suciati Saputri/Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Aksi menolak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh massa gabungan pelajar, mahasiswa, pedagang dan ojol di Kawasan Balai Kota, Jalan Wastukancana, Kota Bandung, Rabu (21/7). Mereka berharap pemerintah segera menghentikan PPKM, karena kebijakan tersebut dianggap telah menyengsarakan rakyat.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Aksi menolak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh massa gabungan pelajar, mahasiswa, pedagang dan ojol di Kawasan Balai Kota, Jalan Wastukancana, Kota Bandung, Rabu (21/7). Mereka berharap pemerintah segera menghentikan PPKM, karena kebijakan tersebut dianggap telah menyengsarakan rakyat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menyayangkan rencana aksi demonstrasi yang menolak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Hal itu terkait dengan beredarnya pesan berantai dan berbagai unggahan di media sosial yang mengajak masyarakat untuk turun ke jalan.

Aksi turun ke jalan menolak PPKM juga telah dilakukan di beberapa daerah baru-baru ini. Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik, Juri Ardiantoro, menyampaikan, Presiden Joko Widodo sebelumnya telah berkali-kali menyatakan terbuka dan menghargai berbagai kritik dari berbagai pihak.

Baca Juga

Bahkan, lanjutnya, kritik tersebut menjadi pertimbangan dalam mengambil kebijakan, termasuk dari pihak-pihak lain seperti akademisi/pakar, mahasiswa, organisasi masyarakat, dan pihak-pihak yang memberi perhatian terhadap penanganan Covid-19. Namun demikian, pemberlakuan PPKM ini harus dilakukan untuk menekan lonjakan angka penularan Covid-19 dan mencegah layanan kesehatan kolaps.

“Sebagaimana disampaikan Presiden, pemerintah memahami bahwa kehidupan masyarakat saat ini sedang mengalami tekanan yang tidak ringan. Tetapi kebijakan pembatasan-pembatasan kegiatan masyarakat harus diambil untuk menurunkan angka penularan Covid-19 yang sedang tinggi dan mencegah lumpuhnya rumah sakit akibat kewalahan menerima pasien,” jelasnya, dikutip dari siaran KSP, Sabtu (24/7).

Juri menambahkan, kebijakan pembatasan ini juga dibarengi dengan upaya untuk meringankan beban hidup masyarakat yang memiliki ketergantungan pada penghasilan harian melalui program bantuan sosial.

“Karena itu, pemerintah menambah bantuan berupa pembagian beras, pendirian dapur-dapur umum, selain yang sudah berjalan seperti subsidi listrik, bansos, BLT dana desa, subsidi kuota internet, Program Keluarga Harapan (PKH), dan kartu sembako,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga membangun sistem yang memudahkan dan meringankan pasien Covid-19, seperti layanan telemedicine dan obat gratis bagi yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman). Karena itu, Juri mengimbau masyarakat untuk menghindari aktivitas yang menyebabkan kerumunan, seperti aksi demonstrasi yang bisa menjadi klaster penyebaran Covid-19 dengan tingkat penularan yang sangat cepat.

“Saat ini yang dibutuhkan adalah empati terhadap semua yang berjuang memerangi Covid-19 seperti para tenaga kesehatan, dan saudara-saudara yang sedang berjuang sembuh. Juga empati kepada aparat yang menjaga masyarakat agar taat protokol kesehatan, dan terhadap masyarakat yang bahu membahu mengatasi pandemi serta berusaha meringankan beban ekonomi,” jelasnya.

Menurut Juri, kerjasama dari semua pihak menjadi kunci untuk mengatasi pandemi ini, yakni dengan bersama-sama mematuhi protokol kesehatan, hingga bergotong royong membantu masyarakat sekitar yang sedang isoman.

“Banyak saudara kita yang membutuhkan obat-obatan dan alat kesehatan lain untuk sembuh dari Covid-19. Banyak juga saudara-saudara kita yang sedang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mari kita gotong royong bersama dengan pemerintah mengatasi semua kesulitan ini,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement