REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Febrian Fachri, Bayu Adji Prihamdana, Antara
Situasi pandemi di Indonesia memasuki masa krisis oksigen medis untuk pasien Covid-19. Analis data LaporCovid-19, Said Fariz Hibban mengatakan, pihaknya menerima banyak keluhan warga yang kesulitan mencari akses oksigen medis.
"Hasilnya, kesulitan oksigen itu cukup banyak. Tercatat ada 43 laporan warga mengenai kesulitan mendapatkan oksigen hingga hari ini," ujar Said saat dihubungi Republika, Kamis (22/7).
Said menambahkan, warga yang kesulitan akses oksigen adalah yang memutuskan untuk isolasi mandiri (isoman) di rumah setelah ditolak dirawat di rumah sakit. Mengenai kendala di lapangan, dia menyebutkan ada beberapa alasan.
Alasan pertama karena tidak ada tabung oksigen medis, kemudian kedua terkendala informasi terkait ketersediaan oksigen. Menurut Said, warga di daerah suburban atau rural sulit mencari oksigen medis. Akhirnya, pasien isoman yang susah mengakses oksigen kemudian meninggal dunia.
Salah satu provinsi yang saat ini mengalami krisis oksigen medis adalah Bali. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan akibat lonjakan kasus positif Covid-19, daerah setempat kini kondisinya mengalami krisis atau kekurangan oksigen hingga mencapai lebih dari 70 ton dalam sehari.
"Kita sudah mulai mengalami kekurangan oksigen itu sejak 14 Juli dan semakin hari kondisinya semakin kritis karena adanya lonjakan kasus baru," kata Suarjaya di Denpasar, Jumat (23/7).
In Picture: Ketersediaan Oksigen di RSUD Wangaya Denpasar
Suarjaya mengemukakan, pada 14 Juli, dari kebutuhan oksigen cair di berbagai rumah sakit di Bali sebesar 104,34 ton (72.962.526 liter), saat itu oksigen yang tersedia di RS sebesar 99,62 ton (69.666.728 liter). Kebutuhan oksigen sempat menurun pada 15 Juli menjadi 91,11 ton, namun tetap saja RS kekurangan oksigen karena ketersediaannya sebesar 87,66 ton.
Selanjutnya, pada 16 Juli dari kebutuhan 139,59 ton, yang tersedia di RS sebanyak 77,03 ton. Bahkan pada 21 Juli, dari kebutuhan oksigen sebanyak 131,92 ton, yang tersedia hanya 45,50 ton, atau artinya kekurangan hingga 86,42 ton.
Sedangkan pada 22 Juli, ia menjelaskan, dari kebutuhan 113,34 ton, ketersediaan di RS hanya sebanyak 40,55 ton. Atau dengan kata lain, kekurangan oksigen sebesar 72,79 ton.
"Bali sudah sangat krisis oksigen, sedangkan jumlah kasus positif terus naik. Penambahan kasus harian dalam beberapa hari terakhir sudah di atas 1.000. Kemarin 1.250 dan hari ini 1.407 kasus," ucap Suarjaya.
Suarjaya menambahkan, dari pihak PT Samator, selaku penyedia oksigen sebelumnya menjamin kebutuhan oksigen untuk Bali aman hingga tiga bulan ke depan. Namun, di tengah tingginya kebutuhan oksigen karena lonjakan kasus di Pulau Jawa, pasokan untuk Bali pun akhirnya terkendala.
"Sebelum kasus melonjak, dengan mendapat suplai sebanyak 10 ton itu sudah cukup dapat memenuhi kebutuhan seluruh RS di Bali selama 2-3 hari. Namun, kini sejak di pabriknya saja, oksigen sudah menjadi rebutan dan terkadang jatah untuk Bali itu di tengah perjalanan dibalikkan ke tempat lain," ucap Suarjaya.
Akibat kelangkaan oksigen, hampir setiap saat dia mendapatkan telepon dari pimpinan RS yang meminta bantuan oksigen. Bahkan pada Kamis (22/7) stok oksigen di RSUD Bali Mandara benar-benar habis, padahal tengah merawat 116 pasien dan UGD juga penuh.
Pertolongan sementara diupayakan dengan mencari-cari dari RS yang masih memiliki stok, melakukan sejumlah penghematan dengan menunda tindakan yang kurang mendesak dan tidak mengancam jiwa, serta mengecek saluran instalasi oksigen jangan sampai ada yang bocor. Terkait kondisi defisit oksigen yang dihadapi Bali, pihaknya telah berupaya maksimal berkomunikasi dengan Kementerian Kesehatan.
Rencananya akan mendapat bantuan oksigen dari Morowali, Sulawesi Tengah sebesar 40 ton. Kemudian dari Cilegon akan dikirimkan sebesar 50 ton. Selain itu, Bali juga mendapat bantuan 64 oksigen konsentrator dari Kemenkes yang dapat langsung memproduksi oksigen.
Namun, oksigen konsentrator ini, satu alat hanya untuk satu orang. "Situasi yang terjadi sekarang ini sangat menegangkan karena Bali sangat krisis oksigen dan tentu harus segera mendapatkan solusi," ucap Suarjaya.