REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengajak agar seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman bagi anak selama pandemi. Orang tua dan satuan pendidikan perlu membangun kemitraan agar lingkungan belajar anak terasa nyaman.
"Kondisi pandemi merekonstruksi dunia yang dialami anak. Dunia anak berpotensi mengecil karena ragam interaksi yang biasa didapat dari rekan sebaya, orang dewasa dan lingkungan sekitarnya yang menjadi sangat terbatas," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen Pauddikdasmen), Jumeri, dalam webinar Hari Anak Nasional, Jumat (23/7).
Jumeri berpendapat, menjadi tantangan bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk memastikan dunia anak tetap luas dan kaya. Menurutnya, bergerak bersama antara semua pemangku kepentingan perlu dilakukan. Pendidik dan orang tua merupakan sumber dan mitra belajar anak. Pendidik bisa menawarkan kemampuan pedagogik dalam merancang kegiatan pembelajaran dan orang tua memperkaya muatan tersebut dengan sumber daya yang ada di rumah.
"Termasuk interaksi positif dan dialog yang menumbuhkan kelekatan, kemampuan komunnikasi, kemampuan bernalar, kemampuan menyimak, dan mengajak anak berpikir kritis," kata Jumeri menambahkan.
Selain itu, lanjut dia, anak juga perlu ditingkatkan kekayaan aksaranya. Keaksaraan mempunyai kaitan dengan buku bacaan anak dan ragam media yang kaya teks dan gambar. Sebab, buku bacaan dapat menjadi alat untuk tetap memperkaya pemahaman anak mengenai dunia.
Jumeri menjelaskan, memperkaya aksara anak bisa dilakukan dengan membacakan buku pada mereka. Ia mengatakan, sudah banyak penelitian yang mengidentifikasi manfaat dari membacakan buku kepada anak, termasuk dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Penelitian dari OECD menyebutkan, anak usia lima tahun yang dibacakan buku oleh anggota keluarganya memiliki kemampuan empati yang lebih tinggi. Selain itu, mereka juga lebih melekat dengan anggota keluarga, serta memiliki kemampuan untuk meregulasi emosi yang lebih tinggi, dibandingkan kelompok anak yang sama tanpa dibacakan buku.
"Atas dasar itu, perlu meningkatkan akses buku bacaan untuk anak dalam melawan kesenjangan pada setiap daerah, kemudian mengajak orang tua untuk melakukan kegiatan yang dapat dilaksanakan di rumah untuk mendorong kemampuan literasi serta kepekaan sosial anak," kata dia lagi.