Jumat 16 Jul 2021 23:48 WIB

Wiku: Corona Bisa 'Terlihat' dari Perilaku Manusia

Perlu ada perubahan perilaku masyarakat dalam menekan laju penularan virus Corona.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, dalam Keterangan Pers Harian PPKM Darurat, Kamis (8/7) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.  Pemerintah melakukan berbagai penyesuaian pada sektor esensial dan kritikal selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Hal ini dilakukan setelah mencermati perkembangan PPKM Darurat yang diterapkan mulai 3 hingga 20 Juli 2021.
Foto: Satgas Covid-19
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, dalam Keterangan Pers Harian PPKM Darurat, Kamis (8/7) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden. Pemerintah melakukan berbagai penyesuaian pada sektor esensial dan kritikal selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Hal ini dilakukan setelah mencermati perkembangan PPKM Darurat yang diterapkan mulai 3 hingga 20 Juli 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Tim Pakar Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan, virus SARS-CoV-2 tidak kasat mata tapi pergerakannya dapat 'terlihat' dari perilaku manusia. Sehingga, perlu ada perubahan perilaku masyarakat dalam menekan laju penularan virus Corona.

"Musuhnya kita ini kan sebenarnya virus. Jadi kita harus tahu musuh kita bukan orang lain, bukan kelompok lain, bukan pemeluk agama lain, bukan bangsa lain. Musuh kita harus jelas, clear ya semuanya, virus," kata Wiku dalam Sosialisasi Penanganan Covid-19 di Papua Barat secara daring diakses dari Jakarta, Jumat  (16/7).

Baca Juga

Menurut dia, jika melihat virus berdasarkan data-data kasus, maka dalam konteks virus, berarti mereka sudah berhasil menimbulkan korban pada manusia. Gerak virus memang tidak terlihat, tapi dari perilaku manusia pergerakannya dapat 'terlihat'.

"Itulah sebenarnya yang kita tangani, untuk melihat perubahan perilaku masyarakat," ujar Wiku.

Untuk mengetahui bagaimana pergerakan virus di satu wilayah maka indikator yang selalu dilihat yakni dari tempat isolasi dan ruang intensive care unit (ICU). Data-data keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) isolasi dan BOR ICU yang Satgas Covid-19 sampaikan, menurut dia, normatif yang seluruh dunia juga lihat untuk mengetahui kondisi penularan virus.

"Nah apakah cukup rumah sakitnya kalaupun terus ditambah? Enggak bakalan cukup rumah sakit dan dokternya kalau semua orang Indonesia sakit. Itu kalkulasi sederhana saja sudah tahu kita, dan sekarang kalkulasi itu sudah mulai terbukti," katanya.

Angka keterisian tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sudah di atas 80-90 persen. Bahkan, menurut Wiku, kondisi di Papua Barat saat ini juga sudah mulai penuh rumah sakit di sana.

Ia menjelaskan, cara untuk mengerem angka yang sakit dan kematian dengan mengubah perilaku masyarakat. Wiku mencontohkan dirinya yang selama 1,5 tahun masa pandemi tidak pernah tertular Covid-19 padahal pekerjaan tidak pernah terhenti hampir 24 jam, tidak pernah libur baik itu hari Sabtu maupun Minggu.

Namun, begitu melakukan mobilitas mendatangi Kudus di Jawa Tengah dan Bangkalan di Jawa Timur yang saat itu angka kasus penularannya tinggi di sanalah dirinya tertular. "Jadi intinya kita harus betul-betul protektif terhadap diri kita. Kita lakukan 3M, tapi kalau menjalankannya tidak benar atau lengah sedikit saja, di situ lah kita kena. Jadi kita harus betul-betul hati-hati," ujar Wiku.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement