Rabu 14 Jul 2021 23:12 WIB

DPRP: Revisi UU Otsus Papua tak Sesuai Harapan

DPRP menilai revisi UU Otsus Papua tak sesuai dengan harapan masyarakat Papua.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Foto: Eva Rianti
Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi membawa naskah revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua ke paripurna dalam waktu dekat. Menanggapi itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Otsus Papua DPR Papua (DPRP), Thomas Sondegau, menilai revisi UU Otsus Papua tak sesuai dengan harapan masyarakat Papua.

"Kami melihat bahwa pemerintah menetapkan rancangan Otsus Papua tidak sesuai (harapan) sebenarnya ini, ini maunya pusat," kata Thomas kepada Republika.co.id, Rabu (14/7).

Baca Juga

Thomas mengatakan, berdasarkan aspirasi yang diterima DPRP, masyarakat menginginkan agar UU Otsus Papua dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Selain itu, masyarakat Papua juga ingin agar UU Otsus Papua berpihak kepada kepentingan orang asli Papua. 

"Tetapi kami lihat rancangannya yang diajukan yang hanya berapa saja diajukan itu ya rata-rata maunya Jakarta," ujarnya.

Thomas menyayangkan sikap pemerintah pusat yang dinilai kurang membuka ruang dialog dalam revisi UU Otsus Papua kali ini. Adanya pengubahan sebanyak 19 pasal menurutnya tidak untuk kepentingan orang asli Papua.

"Kita tidak melihat ada aspirasi yang akan masuk, contoh seperti gubernur, wakil gubernur adalah orang asli papua, itu kan UU Otsus sudah ada, sekarang yang kita mau, bupati, walikota orang asli Papua, wakil walikota, wakil bupati semua orang asli Papua. Penerimaan pegawai 80 persen orang Papua, TNI Polri, Kejaksaan Tinggi harus alokasikan khusus orang asli Papua sehingga dia akan memiliki bahwa benar Otsus ini akan membawa dampak yang baik buat orang asli Papua," jelasnya.

Selain itu Thomas juga menyoroti soal pasal pemekaran wilayah.  Di dalam Pasal 76 Ayat 2 perubahan kedua UU Otsus Papua berbunyi;  'Pemerintah dan DPR dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua'. 

"Pemekaran itu pasal yang mereka masukan itu kebijakan pemerintah pusat, sebenarnya tidak. Sesuai dengan amanat Undang-Undang 21 (Tahun 2001), bahwa pemekaran suatu daerah disetujui oleh DPR Papua dan MRP Papua," ungkapnya. 

Dihubungi secara terpisah, aktivis Papua, Natalius Pigai, menegaskan bahwa rakyat Papua menolak Otsus Papua jilid II. Ia mengatakan bahwa rakyat Papua menganggap Otsus tidak ada. "Mulai hari ini rakyat Papua anggap Otsus sebagai  kotoran penguasa," tegasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement