REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Republika mengadakan workshop daring untuk guru tentang menulis opini, media digital untuk mengajar, dan teknik presentasi menarik. Di dalam menyampaikan informasi baik melalui tulisan cetak, digital, atau presentasi, harus memperhatikan konten yang bermanfaat.
"Apakah ini sesuatu yang bermanfaat, bukan menulis hanya untuk aktualisasi diri kita, tapi menulis yang bermanfaat. Kita tahu bahwa ada informasi di situ, ada edukasinya," kata Redaktur Pelaksana Republika Subroto Kardjo, Selasa (13/7).
Selain itu, kata dia, menyampaikan sebuah opini harus memiliki referensi yang cukup. Namun, referensi atau kutipan dari opini orang lain jangan terlalu banyak. Referensi ini hanya menjadi pendukung opini yang ditulis.
Subroto mengatakan, menulis opini harus dengan pikiran bahwa nanti akan dibaca oleh orang lain. Penulis harus memiliki tujuan agar dirinya bisa membagi informasi dan pandangan baru kepada publik. "Bukan untuk menunjukkan kita jago. Jadi yang kita tulis itu orang lain harus paham," kata dia lagi.
Bahasa yang digunakan dalam menulis opini juga harus bahasa jurnalisitik. Artinya, memiliki dasar Bahasa Indonesia namun dengan gaya penulisan yang sederhana, singkat, padat, lugas, dan menarik.
Bahasa penulisan tidak harus selalu sama dengan KBBI. Sebab, jika seluruhnya berdasarkan KBBI maka bahasa opini akan menjadi kaku. Ia menegaskan, sebuah opini harus mudah dipahami namun tetap berisi informasi dan edukasi.
Sementara itu, Wakil Pemimpin Redaksi Republika, Nur Hasan Murtiaji yang menjadi pembicara selanjutnya juga menjelaskan hal serupa. Di dalam menulis konten di media sosial, harus berisi muatan yang bermanfaat dan positif.
"Memberikan informasi yang inspiratif, yang membuat orang lain senang. Apalagi kalau kemudian konten positif itu bisa menjadi viral. Jadi kita juga akan senang, karena makin banyak konten kita dibaca oleh orang," kata Hasan.
Konten yang positif menjadi perhatian karena jejak digital saat ini tidak akan bisa hilang. Meskipun telah dihapus, dengan teknologi tertentu tulisan di media sosial bisa dikembalikan dan dibaca ulang. Oleh karena itu, Hasan menegaskan penting untuk selalu menuliskan hal-hal yang positif.
Seorang pembuat konten juga harus menghindari konten yang bersifat hoaks, berita palsu, menyesatkan, serta clickbait. Clickbait yang dimaksud artinya adalah membuat sebuah judul yang tidak sesuai dengan isi dari konten yang disebarkan.
"Seringkali kita menerima kiriman, misal dari grup-group Whatsapp, dinilai bombastis, tapi pas dibaca tidak ada yang isinya seperti judul," ujar Hasan.