Ahad 11 Jul 2021 16:16 WIB

Final Euro 2020: Ada Sejarah Tirani di Balik Sepak Bola?

Menonton final Euro ternyata bukan sederhana hanya melihat menang dan kalah saja.

Diktator Spanyol Jendral Franco menggunakan Real Madrid sebagai alat politik untuk menunjukkan kekuatan Spanyol kepada dunia. Franco sebenarnya adalah penggemar Atletico Madrid yang kemudian ikut-ikutan menjadi Los Blancos.
Foto:

Dan pada tayangan Netflix itu, juga kemudian tergambar apa yang menjadi penyebab mereka muncul. dan semua itu dilihat dari sisi pribadi atau  kondisi sebuah negara misalnya.

Di sana disebutkan kalau dari sisi personal, kemunculan seorang tiran itu memang atas kehendak sejarah. Permintaan alam atau kehendak zaman. Bayangkan saja ada seorang seniman tanggung dan prajurit mungil dengan kemampuan tempur biasa saja yang bernama Adolf Hitler mendadak pada satu era dia bisa muncul jadi seorang tirani yang sangat berperngaruh.

Situasi jelas membuat terperangah. Apalagi dalam pandangan kekuasaan Jawa di mana seorang pemimpin yang baik itu laksana pangeran Ratu Adil yang tampan sekaligus pintar (satria pinilih). Bila ada pemimpin yang tak tampan mereka diejek layaknya 'Petruk Jadi Raja'. Dan bila ada sosok seperti itu maka orang Jawa beranggapan itu sebagai pertanda datangnya zaman 'goro-goro', munculnya 'pageblug' dan 'bala'.

photo
Petruk - (Google.com)

 

Dan meski Hitler jauh dari gambaran ideal itu, saat itu ternyata dia mampu bawa Jerman ke puncak kejayaan. Posisinya Jerman sama dengan kecemerlangan masa kini kala dipimpin Angela Merkel. Jerman sama-sama menjadi 'penguasa' Eropa. Hitler menyembunyikan segala kekurangan penampilannya diantaranya melalui pakaian jazz yang gagah dan melalui mesin propaganda yang sangat efektif.

Lalu apa yang menjadikan Hitler menjadi bisa seperti itu? Di sana terjawab selain ada bawaan kepercayaan diri yang sangat besar atau Megalomania, Hitler juga punya pengalaman yang bisa disebut gaib. Uniknya ini terjadi ketika Hitler berada di dalam lubang parit perlindungan kala Perang Dunia I, sekitar tahun 1918.

Menurut kisahnya, Hitler seolah mendengar bisikan dari langit. Di tengah gemuruh perang tiba-tiba telinga seolah mendengar bisikan bila dia ditunjuk sebuah kekuatan gaib untuk mengembalikan kejayaan ras aryanya atau Jermannya. Di sebtkan saat itu mata Hitler seolah langsung bercahaya. Sejak itu dia yakin bahwa dirinya akan menjadi penyelemat negara.

Dan memang perjalanan waktu kemudian membawa Hitler ke puncak. Usai pandemi Flu Spanyol pada tahun awal 1920-an hingga datangnya Krisis Ekonomi Besar Dunia 1930, Hitler bisa menapaki tangga puncak. Awalnya hanya sebagai politisi bisa, tapi tak lama kemudian menjadi presiden bahkan sekitar tahun 1935 menjadi seorang Kaisar (fruher) Jerman.

Dan di tengah tuturan cara Hitler sampai ke posisi puncak di sana terselip sebuah pemandangan stadion sepakbola. Tempat itu oleh juru penerangan Joseph Gobell selain dipakai sebagai pertandingan sepakbola juga dipakai sebagai ajang rapat abar kampanye raksasa. Di tempat itulah indoktrinasi kebesaran Jerman dibangkitkan. Berbagai Yel-yel, slogan, hingga tepuk tangan membahana seperti dalam sebuah pertandingan besar sepakbola digelorakan kepada publik.

Bahkan, pertandingan ajang pertandingan sepakbola pun oleh rezim Hitler dipakai sebagai ajang menunjukan kebesaran Jerman. Pertandingan bola tercampur dengan politik. Dan ternyata tak hanya Hitler para diktator lain seperti Musollini di Italia pun mengunakannya.

Tapi tak hanya itu saja di belahan Amerika Latin pun begitu. Para diktator di sana juga menggunakan sepakbola untuk mengeksiskan legitimasi kekuasannya. Ini terjadi di Brasil di eras rezim diktator militer pada zaman keemasan Pelle pada dekade 1960-70-an. Atau pada zaman si gondrong legendaris Argentina Mario Kempes ketika timnya merebut trophy piala dunia 1978. Diktator pelanjut dari Isabel Peron, Jorge Rafael Videla Redondo  memakainya untuk mengesiskan imaji kebesaran negaranya untuk sejenak melupakan dari derita kemiskinan.

Lalu apa hasilnya dan buktinya bila perasaan dan pengalaman sebuah bangsa menjadi diktator berpengaruh besar bagi prestasi tim sebuah negara. Ini bisa dilihat dari asal usul para pemenang Piala Dunia Sepakbola. Dari sejarahnya ternyata dari negara itulah kebanyakan pemenangnya kalau disebut mutlak bahkan. Ini misalnya negara Prancis, Inggris, Italia, Argentina, Brasil, Spanyol, atau negara Eropa timur. Semua pernah merasakan hidup dibawah kekuasaan yang mutlak.

photo
 
Keterangan foto: Mario Kempes dan Diktator Argentina,  Jorge Rafael Videla Redondo (Google.com)

Inggris misalnya pernah merasakan bagaimana hidup dalam kekuasaan raja absolut sebelum diluluhlantakkan melalui perang saudara yang melahirkan Piagam Magna Carta atau Revolusi Industri di abad 18.

Begitu juga Prancis pernah hidup di era absolut dimana 'Raja adalah negara' dan kemudian kepalanya mati dipenggal melalui goulitine di masa Revolusi Prancis. Spanyol pernah hidup dalam era tirani Jendral Franco (Francisco Paulino Hermenegildo Teodulo Franco Bahamonde, lengkapnya) pada tahun 1940-an kala berkecamuk perang dunia II.

Di Eropa timur, tepatnya Rumania juga pernah begitu. Pada era 1980 ada sosok diktator Nicolae Ceausescu. Dia penggemar berat klub Steaua Bukares.

Tak beda dengan Franco di Spanyol dan Mussolini di Italia, Ceausescu, juga beperan pada keberhasilan klub tersebut. Bahan, tidak ada keraguan tentang pengaruh diktator Rumania ini terhadap nasib Steaua Bucharest. 

Bayangkan, d bawah kediktatorannya, klub yang juga berjuluk, Army Club, mencatat rekor 104 pertandingan tak terkalahkan di Eropa. Dia memenangkan enam gelar liga berturut-turut pada 1980-an dan merebut Piala Eropa 1986.

photo
 
Keterangan foto: Diktator Rumania, Nicolae Ceausescu: Di bawah kediktatorannya, Army Club mencatat rekor 104 pertandingan tak terkalahkan di Eropa, memenangkan enam gelar liga berturut-turut pada 1980-an dan merebut Piala Eropa 1986. Ceausescu memiliki bantuan di tangan dalam kesuksesan mereka meskipun saat ia memaksa melalui transfer bintang-bintang top seperti Gheorghe Hagi dan Gheorghe Popescu . - (Google.com)

 

Peran Ceausescu terlihat karena dia memiliki bantuan di dalam kesuksesan mereka meskipun. Ini dia lakuan dengan memaksa melalui transfer bintang-bintang top seperti Gheorghe Hagi dan Gheorghe Popescu. Dan dia jua berperan dalam menjual dan membeli para pemainnya tanpa persetujuan dari klub yang menjual atau para pemain itu sendiri. 

Bahkan, Ceausescu juga terindikasi banyak beperan dalam keputusan wasit yang terang-terangan sangat menguntungkan Steaua pada waktu itu. Sayangnya, nasib dia naas. Kepala Ceausescu dalam sebuah kerusuhan revolusi kepala dia ditemukan terpenggal dari badannya pada sebuah wilayah di pinggiran ibu kota Rumania. Kepalanya menggelinding seperti bola di jalanan.

-

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement