REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang antikorupsi yang bermarkas di Berlin, Jerman menulis sebuah surat.
Surat itu dikirim pada Kamis (1/7/2021) yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, dimana dalam surat Transparency International (TI) yang ditulis Chief Executive Officer TI, Daniel Eriksson meminta Presiden Jokowi menegur Komisioner dan membatalkan pemberhentian 75 eks pegawai KPK yang gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Menanggapi hal tersebut, aktivis Lembaga Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, menilai ada tiga hal penting dari peristiwa tersebut dan harus disikapi dalam konteks kedaulatan bangsa dimana mengingatkan agar LSM Internasional tersebut menghormati dan tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
“Saya menilai pertama, langkah 75 eks pegawai KPK yang gagal TWK sebagai langkah yang tak pantas minta bantuan asing sampai sekelas LSM asing berani menulis surat kepada Presiden Jokowi,” kata Hari dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/7/2021).
Kedua, lanjut Hari LSM Jerman harus menghormati dan jangan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia, jangan-jangan LSM Jerman melalui Transparency International (TI) tidak memahami kaidah-kaidah hukum internasional.
“Kok bisa-bisanya LSM Jerman membanding-bandingkan payung hukum UU No 30 Tahun 2002 dengan UU No 19 Tahun 2019. Artinya LSM Jerman yang bekerjasama dengan LSM yang berada di Indonesia saling diuntungkan (simbiosis mutualisme) dengan keberadaan UU No 30 Tahun 2002 dibandingkan dengan UU No 19 Tahun 2019,” tegasnya.
Menurut Hari, membawa persoalan 75 Pegawai KPK yang tak lulus TWK melalui pihak asing (LSM Antikorupsi Internasional) memalukan bangsa dan pemerintah Indonesia.
Hari menyebut hal itu bisa dikategorikan sebagai Komprador. “Saya meminjam kalimat yang ditujukan bagi kawan-kawan 75 eks pegawai KPK yakni, “Jangan Ada dusta di hadapan Pancasila dan Merah Putih,” katanya.
Ketiga, Hari menambahkan setiap negara memiliki kekuasaan yang merdeka dan memiliki ketentuan hukum yang berlaku di dalam yurisdiksi Negara. Negara indonesia adalah negara Hukum dan tunduk pada Segala Peraturan Perundang-undangan Negara kesatuan Republik Indonesia.
“Dan pemerintah Indonesia memiliki 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Karena itu Negara-negara luar dan lembaga asing harus menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Rakyat Indonesia tunduk pada hukum dan perundang-undangan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah,” tutur dia.