Rabu 07 Jul 2021 00:24 WIB

Penyidik KPK Ungkap Celah Korupsi Bansos Tunai

Pembagian bantuan sosial (bansos) tunai tidak menjamin aman dari para koruptor.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas keamanan mengarahkan warga yang hendak mengambil bansos tunai (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas keamanan mengarahkan warga yang hendak mengambil bansos tunai (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Andre Dedy Nainggolan menegaskan bahwa pembagian bantuan sosial (bansos) tunai tidak menjamin aman dari para koruptor. Menurutnya, masih ada sedikit celah bagi para koruptor untuk melakukan tindakan pidana tersebut.

"Kita tahu bahwa kejahatan itu selalu mencari cara baru, para pelaku korupsi untuk mengambil keuntungan," kata Andre Dedy Nainggolan dalam diskusi virtual PPKM Darurat Jangan Ada Babak baru Korupsi Bansos di kanal Youtube Sahabat Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Selasa (6/7).

Baca Juga

Dia menyontohkan dari sisi mekanisme pemberian bansos tunai tersebut. Dia berasumsi bahwa tidak semua penerima bansos tunai memiliki rekening bank sehingga masih harus disalurkan melalui pihak ketiga semisal RT, RW atau kepala desa.

Andre mengatakan, distribusi yang tidak langsung ini dapat menjadi celah terjadinya perilaku korupsi. Dia melanjutkan, petugas pendistribusian bansos tunai tersebut bisa saja tidak memberikan bantuan dari pemerintah sepenuhnya atau 100 persen. "Karena masyarakat kecil itu kadang hanya berpikir yang penting saya terima, nggak sampe 100 persen nggak apa-apa yang penting terima dan digunakan untuk menjalani kehidupan," katanya.

Dia mengatakan, penyaluran dengan metode demikian akan bergantung pada integritas para pejabatnya dalam menjalankan program. Begitu juga, sambung dia, pengawasan dari pihak yang bertugas.

"Misal kali ini program eksekutif maka tugas legislatif untuk mengawasinya. Tapi perlu juga peran serta masyarakat untuk melihat itu meskipun mereka terkadang nggak sadar kadang ketika hak-haknya sedang dikorupsi," katanya.

Andre kemudian juga menyinggung akurasi dan pemutakhiran data penerima bansos tunai tersebut. Dia mengatakan, akurasi data itu akan sangat berpengaruh agar bantuan yang diberikan pemerintah dapat terdistribusi tepat sasaran. "Karena saya khawatir, di Mei itu menteri sosial menyatakan ada 21 juta data yang terpaksa ditidurkan, apakah saat ini data itu sudah diperbarui kita nggak tahu," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali mulai 3 Juli sampai 20 Juli 2021. Kebijakan yang bertujuan untuk menekan laju penyebaran Covid-19 itu akan diiringi percepatan dan perluasan bansos.

Untuk target penyaluran per bulannya, Bantuan Sosial Tunai (BST) akan menyasar 10 juta penerima bantuan, penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebanyak 18,8 juta. Selain itu, juga menyasar penerima Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 10 juta.

Untuk besaran BST yang akan diberikan adalah Rp 300 ribu per bulan dan akan disalurkan kepada warga di setiap awal bulan. Sedangkan pada Mei dan Juni akan diberikan Rp 600 ribu sekaligus.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement