Selasa 06 Jul 2021 00:06 WIB

Mengejar Target Menurunkan Mobilitas Hingga 50 Persen

Penurunan mobilitas yang tinggi jadi senjata lawan varian Delta.

Petugas gabungan mengimbau pengendara untuk memutar balik saat melewati posko penyekatan pada jam berangkat kerja di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (5/7). Penyekatan pada hari ketiga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tersebut menyebabkan kemacetan sepanjang 2 kilometer. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas gabungan mengimbau pengendara untuk memutar balik saat melewati posko penyekatan pada jam berangkat kerja di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (5/7). Penyekatan pada hari ketiga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tersebut menyebabkan kemacetan sepanjang 2 kilometer. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Antara

PPKM darurat yang sudah berjalan sejak 3 Juli belum menghasilkan penurunan mobilitas yang signifikan. Padahal penurunan mobilitas masyarakat menjadi kunci keberhasilan PPKM darurat yang ditargetkan menurunkan kasus positif secara besar-besaran.

Baca Juga

Dalam rapat evaluasi PPKM darurat, ditemukan masih terjadi pergerakan masyarakat di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat saat penerapan PPKM Darurat. "Berdasarkan analisis historis dibutuhkan penurunan mobilitas 30 persen untuk menurunkan jumlah kasus, namun dengan varian Delta saat ini estimasi kami membutuhkan penurunan 50 persen mobilitas masyarakat," kata Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/7).

Jodi menjelaskan analisis historis itu diperoleh melalui data indeks mobilitas menggunakan Facebook Mobility, Google Traffic, dan Night Light dari NASA. Menurutnya, tiga indikator tersebut dibuat indeks komposit gabungan untuk menggambarkan mobilitas masyarakat secara umum.

Data indeks mobilitas tersebut nantinya akan segera digabungkan ke website Kementerian Kesehatan agar pemerintah daerah dapat mengakses informasinya secara harian sekaligus dapat mengevaluasi sesuai kebutuhan di wilayah masing-masing. "Kita butuh saling mendukung untuk mencapai indikator itu dengan tetap di rumah, produktif, dan ibadah di rumah," kata Jodi.

Pemerintah pusat telah memutuskan untuk melaksanakan PPKM Darurat pada 3-20 Juli 2021 untuk menekan laju penyebaran Covid-19 di Indonesia. Ada beberapa ketentuan penting dalam penerapan PPKM Darurat tersebut.

Beberapa ketentuan yang dikeluarkan adalah pengetatan kewajiban bekerja dari rumah, untuk semua pekerja sektor non-esensial, dan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring. Bagi sektor esensial, maksimal 50 persen staf yang bekerja di kantor, dengan melakukan protokol kesehatan secara ketat, dan 100 persen bagi sektor kritikal.

Pemerintah mengizinkan supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan swalayan untuk beroperasi hingga pukul 20.00 WIB, dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Untuk apotek, diperbolehkan untuk beroperasi selama 24 jam. Namun, pemerintah memutuskan agar pusat perbelanjaan, serta pusat perdagangan lain, termasuk kawasan wisata, ditutup selama penerapan PPKM Darurat tersebut.

Plh Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Suhajar Diantoro, mengatakan, setelah berjalan tiga hari dari 3 Juli penurunan mobilitas pergerakan masyarakat di wilayah Jawa-Bali belum signifikan. "Hari ini telah memasuki hari ketiga. Tadi rapat baru dipimpin Bapak Menko Maritim dan Investasi telah menyebutkan ada sedikit kemajuan namun belum menggembirakan," kata Suhajar usai rapat koordinasi pelaksanaan PPKM Darurat secara daring, Senin (5/7).

Suhajar mengatakan, untuk menekan laju penyebaran virus Covid-19 yang disebabkan adanya varian delta ini dibutuhkan penurunan 50 persen mobilitas masyarakat. Artinya mobilitas masyarakat di 122 kabupaten/kota di Jawa Bali harus ditekan di bawah 50 persen.

"Paling kurang itu baru akan meminimalisir laju, baru akan meminimalisir laju penyebaran Covid-19 itu sendiri," kata Suhajar.

Namun demikian, berdasarkan hasil pantauan tim, pengurangan mobilitas masyarakat di tiga hari PPKM darurat masih di bawah 50 persen. Pengurangan mobilitas tertinggi selama tiga hari ini ada di wilayah Tangerang Selatan yakni 31 persen.

"Baru tadi Pak Menko menyebutkan terima kasih kepada kota Tangsel yang misalnya yamg telah berhasil menekan mobilitas masyarakat selama tiga hari ini sejauh 31 persen, sementara tempat lain belum ada yang mampu menekan mobilitas masyarakat menjadi di bawah 30 persen," ungkapnya.

DKI Jakarta kata Suhajar, mobilitas masyarakat memang menurun, tetapi baru mencapai 20 persen. "Artinya lalu lintas mobilitas masyarakat di DKI yang kita rasakan hari ini telah menurun tapi baru menurun sekitar 18 persen Kalau menurut google map mobility baru 22,5 persen," katanya.

Karena itu, ia berharap peran serta masyarakat untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 dengan tetap berada di rumah. Hal ini sebagaimana imbauan kepala daerah masing masing wilayah.

"Pak Anies Baswedan pada saat rapat pada saat orang di rumah semakin banyak maka sebaran kasus akan semakin menurun. Karena itu, pilihan kita adalah tinggal di rumah saja untuk menurunkan kasus ini," ungkapnya.

Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat, Defriman Djafri mengatakan lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini merupakan peringatan yang harus ditangani dari awal. "Kalau kita mau belajar, konsekuensi saat ini seharusnya sudah bisa diprediksi. Kalau kita melihat data, kenaikan kasus dan kematian sudah menunjukkan alarm yang seharusnya dapat diantisipasi dari awal. Tetapi, pemerintah seperti ragu-ragu dan tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan," kata Defriman saat dihubungi, Senin.

Defriman menuturkan kondisi itu menyebabkan pembatasan menjadi tidak lagi efektif dalam pengendalian Covid-19. Masyarakat juga cenderung tidak patuh dan diikuti ketidakpercayaan terhadap Covid-19 melalui missinformasi dan disinformasi yang diterima masyarakat melalui media sosial.

Di sisi lain, Defriman mengatakan perangkat hukum yang seharusnya ditegakkan di lapangan, juga tidak berjalan maksimal. Masyarakat cenderung mencari celah untuk bisa menembus pembatasan yang dilakukan.

"Ledakan kasus saat ini, ibarat fenomena gunung es, yang langsung meledak di hilir, karena lambat kita mendeteksi secara dini dan mencegah serta mengantisipasi, yang sebenarnya masyarakat sudah banyak tertular. 'Bed Occupancy Ratio' (tingkat keterisian kamar) rumah sakit yang penuh menjadi bukti konsekuensi fenomena ini," ujarnya.

Menurut dia, jika pemerintah tidak melakukan lockdown secara total, maka rumah sakit benar-benar bisa kolaps dan tindak sanggup melakukan perawatan dan pengobatan dalam meminimalkan risiko kematian di populasi penduduk. Namun dengan kondisi keuangan negara dan perekonomian saat ini, Defriman menuturkan maka pemerintah mustahil akan mengambil jalan lockdown total tersebut.

Oleh karena itu, dalam kondisi sulit tersebut, Defriman mengimbau kepada masyarakat untuk mampu melindungi diri dan keluarganya. Masyarakat harus patuh dan ketat menjalankan protokol kesehatan. "Yang kuat dan patuh yang akan bertahan, sedangkan yang lemah dan yang tidak patuh dalam menerapkan protokol kesehatan, ini yang sangat berisiko menuju jurang kematian ke depan," tuturnya.

photo
PPKM Darurat - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement