Senin 05 Jul 2021 15:20 WIB

Kelangkaan Oksigen Terus Terjadi, Nakes Pun Jadi Korban

Pemerintah terus berupaya mengatasi kecukupan kebutuhan oksigen medis.

Tenaga kesehatan membawa tabung oksigen untuk pasien Covid-19 di tenda darurat khusus Covid-19 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Yogyakarta, Ahad (4/7). Posko Dukungan Operasi Satgas COVID-19 BPBD DIY mengonfirmasi sebanyak 63 pasien di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta meninggal dunia dalam sehari semalam pada Sabtu (3/7) hingga Ahad (4/7) pagi akibat menipisnya stok oksigen.
Foto:

Di saat lonjakan kasus Covid-19 saat ini, kebutuhan oksigen untuk 27 rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY per harinya mencapai 20 ton. Kebutuhan ini meningkat dari yang sebelumnya hanya 17 ton per hari.

Untuk mencukupi kebutuhan oksigen di DIY, pemerintah pusat juga akan mengalokasikan penambahan pasokan oksigen. Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, disepakati bahwa pemerintah pusat akan mengalokasikan setidaknya 47,6 ton oksigen per hari untuk DIY.

Pasokan 47,6 ton tersebut tidak hanya kebutuhan untuk 27 rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 yang ada di DIY. Namun, jumlah tersebut merupakan akumulasi kebutuhan oksigen baik itu rumah sakit rujukan Covid-19 maupun rumah sakit non rujukan Covid-19.

"Kita rapat koordinasi dengan Pak Luhut, itu menyimpulkan kondisi kenaikan pasien Covid-19. Maka diperkirakan kebutuhan oksigen di DIY baik RS Covid-19 maupun RS non Covid-19 itu 47,6 ton," kata Aji.

Selain alokasi 47,6 ton oksigen per hari, pemerintah pusat juga akan mengalokasikan tambahan pasokan oksigen sebagai antisipasi agar tidak terjadi kelangkaan oksigen di DIY. Pasalnya, kenaikan kasus Covid-19 terus terjadi secara signifikan, yang bahkan penambahan kasus harian di DIY kembali mencatatkan rekor baru pada 4 Juli dengan tambahan 1.615 kasus.

Bahkan, di RSUP Dr. Sardjito juga sempat kewalahan karena ketersediaan oksigen yang semakin menipis akibat banyaknya pasien Covid-19 yang dirawat. Direncanakan, tambahan pasokan oksigen tersebut sebesar 50 persen dari 47,6 ton.

"Mudah-mudahan dengan adanya ketersediaan yang cukup, nanti kebutuhan oksigen di DIY baik untuk RS rujukan maupun RS non rujukan itu akan tercukupi," ujar Aji.

Untuk memastikan ketersediaan oksigen, pemerintah berupaya memenuhinya dengan meminta lima produsen besar menyalurkan seluruh produk oksigen mereka untuk pelayanan kesehatan. "Dari lima produsen oksigen kita minta 100 persen sekarang dikasihkan kepada masalah kesehatan," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dalam konferensi pers secara virtual yang dipantau, Senin.

"Kita bikin konversi oksigen industri semua full ke oksigen farmasi. Kekurangan kita ini bisa nanti terpenuhi, jika oksigen industri itu semua kita fokus ke oksigen farmasi," ia menambahkan.

Lonjakan kasus penularan Covid-19 telah membuat permintaan oksigen untuk mendukung penanganan pasien meningkat. "Oksigen pun sebenarnya ini karena peningkatan permintaan tiga sampai empat kali lipat jumlahnya dari yang dibutuhkan jadi sempat distribusinya agak tersendat," kata Luhut.

Dia menjelaskan oksigen medis juga telah disediakan dalam layanan katalog elektronik atau e-katalog untuk memudahkan warga maupun pengelola fasilitas kesehatan mengakses produk tersebut. "Anda lihat di e-katalog juga sudah ada oksigen, juga bisa dibeli di sana kalau yang ingin punya sendiri di rumah," katanya.

Luhut menambahkan pemerintah memerlukan data terperinci permintaan oksigen medis dari setiap kota dan kabupaten guna memastikan kebutuhan oksigen medis terpenuhi.

Ketua Komisi IX DPR, Felly Estelita Runtuwene, menyesalkan terjadinya kelangkaan oksigen di sejumlah Rumah Sakit. Felly mendesak agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian.

"Komisi IX menyesalkan hal ini dan mendesak kemenkes RI segera bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian untuk menangani permasalahan ini. Supply chain termasuk distribusi dan pengadaan harus dipastikan lancar," kata Felly.

Selain itu, dia juga menyoroti soal langkanya ketersediaan obat Covid-19. Sejak penerapan PPKM Darurat 3 Juli 2021 lalu, dia mengaku menerima pengaduan dari masyarakat terkait kelangkaan obat Covid-19 dan juga vitamin.

Menurut Felly kelangkaan tersebut terjadi karena lemahnya pengawasan atas harga obat Covid-19 yang dijual di apotek. Pasal 10 Peraturan Menkes Nomor 98 Tahun 2015 tentang pemberian informasi harga eceran tertinggi mengatur Menteri Kesehatan, Kepala BPOM, pemerintah daerah provinsi, kabupaten, kota, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan menteri sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.

"Kami belum melihat bagaimana Kemenkes dan BPOM melaksanakan amanat ini," ujarnya

photo
Infografis: Angka Kematian Naik 400 Persen di akhir Juni, Jabar dan DKI Tertinggi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement