Jumat 02 Jul 2021 19:38 WIB

Kejagung Tahan Ketua BPA AJB Bumiputera

Nurhasanah melakukan pelanggaran hukum mengabaikan perintah OJK.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (tengah).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menahan Ketua Badan Perwakilan Anggota (BPA) Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera, Nurhasanah di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Penahanan tersebut, setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), terkait kasus gagal bayar klaim AJB Bumiputera senilai Rp 7 triliun.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, pelimpahan berkas perkara Nurhasanah dilimpahkan oleh tim penuntutan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel, ke PN Jaksel pada Kamis (1/7). “Dan status terdakwa Nurhasanah, kini dilakukan penahanan oleh jaksa penuntut umum selama 20 hari di Rutan Salemba, cabang Bareskrim Mabes Polri,” kata Ebenezer dalam keterangan resmi, Jumat (2/7).

Ebenezer menerangkan, duduk perkara kasus ini terkait dengan pelanggaran UU 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dikatakan, Nurhasanah, selaku Ketua BPA AJB Bumiputera, pada 2020, melakukan pelanggaran hukum. Yaitu, berupa tindakan sengaja mengabaikan perintah OJK, yang memerintahkan AJB Bumiputera menyelesaikan kerugian yang dialami AJB Bumiputera 2020, senilai Rp 7 triliun.   

“Dengan tidak dilaksankannya perintah tersebut oleh terdakwa Nurhasanah, mengakibatkan AJB Bumiputera semakin tidak memiliki kemampuan untuk membayar klaim nasabah. Sampai saat ini, tunggakan pembayaran klaim nasabah mencapai Rp 7 triliun,” katanya. 

Padahal menurut penyidikan, perintah OJK tersebut, agar AJB Bumiputera dapat melindungi kepentingan nasabah, dan masyarakatnya. Atas pengabaian tersebut, Ebenezer menerangkan, penyidik menjerat Nurhasanah dengan dakwaan pertama Pasal 53 ayat (1) UU 21/2011. Dan dakwaan kedua, Pasal 54 ayat (1) UU 21/2011. Inti dari sangkaan tersebut, memberikan ancaman pidana terhadap pengabaian dengan sengaja, atau melakukan penghambatan pelaksanaan kewenangan OJK. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement