REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan masih banyak perempuan di dunia belum memiliki hak akan tubuhnya. Hampir setengah dari 57 negara berkembang masih banyak yang belum bisa menggunakan haknya.
"Bahkan jutaan wanita belum bisa menentukan dirinya mau pakai apa dalam urusan kontrasepsi. Belum merdeka untuk menentukan bahwa keputusan ada pada dirinya untuk mau hamil atau tidak hamil. Belum sepenuhnya memiliki kekuatan apakah dirinya berhak atau belum menikah," kata Hasto dalam Peluncuran Laporan SWOP 2021 Otonomi Tubuh: Tubuhku Adalah Milikku, Kamis (1/7).
Menurutnya, kepemilikan tubuh perempuan akan tubuhnya berpengaruh terhadap kualitas kesehatan perempuan dan juga anak. Ia menegaskan, seluruh rakyat Indonesia harus memperjuangkan hak-hak dan otonomi tubuh perempuan ini sehingga bisa menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Hasto menuturkan, kebutuhan mendasar masyarakat Indonesia yaitu perempuan yang sehat masih belum terwujudkan. Kematian ibu dan kematian bayi masih tinggi. Dibandingkan dengan kawasan asia pasifik, kematian ibu di Indonesia masih terlalu tinggi.
"Oleh karenanya, kita masih harus berjuang untuk itu. Dan derajat kesehatan bangsa sangat erat kaitannya dengan kematian ibu, kematian bayi, dan kekerasan pada perempuan. Ini satu hal yang penting untuk kita perhatikan bersama," kata dia menegaskan.
Pengaruh otonomi tubuh perempuan pada kesehatannya misal adalah ketika mereka dipaksa menikah pada usia muda. Hasto menegaskan, hal semacam ini tidak mestinya tidak boleh terjadi. Pernikahan perempuan usia muda harus diantisipasi sehingga tidak terjadi.
Pernikahan usia muda sering kali menimbulkan risiko kematian ibu tinggi. Sebab, perempuan muda masih memiliki panggul yang sempit. Sehingga terjadi persalinan yang macet dan pendarahan. Akhirnya kematian ibu pun tidak bisa dihindari, diikuti kematian bayi.
Selain itu, berhubungan seksual pada usia muda juga meningkatkan risiko kanker leher rahim. "Itu kan mereka tidak mengerti bahwa sebetulnya mulut rahim kita masih sangat immature. Kalau mulut rahimnya masih immature, kemudian dilakukan hubungan layaknya suami istri itu kan repot sekali. Dalam hal ini terjadi kanker mulut rahim," kata Hasto.
Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) Ratna Susianawati menegaskan perempuan sebagai makhluk Tuhan memiliki hak yang setara dengan laki-laki. Mereka mestinya memiliki hak atas otonomi tubuhnya sendiri.
"Perempuan harus berani mengambil keputusan apakah ingin memastikan kontrasepsi apa yang pas untuk dirinya, tepat untuk dirinya. Karena saat ini masih banyak perempuan yang belum berani mengungkapkan hal ini pada pasangannya, sehingga ketidakadilan pun sering terjadi dalam hidupnya dan tidak pernah disuarakan," kata Ratna.