Rabu 30 Jun 2021 11:44 WIB

BEM UI dan Bangsa yang Tertinggal

Presiden menilai kritik hal biasa, tetapi jangan melupakan sopan santun.

Salah satu meme buatan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) kepada Presiden Jokowi.
Foto:

Oleh : Abdullah Sammy, Wartawan Republika

Kritik yang sama berlaku untuk Rektorat UI. Jika dibandingkan reaksi rektorat merespons isu postingan BEM, rasanya isu soal jebloknya peringkat tak direspons secara begitu reaktifnya. Tak ada surat pemanggilan yang begitu cepat kepada organ mahasiswa untuk membahas jebloknya peringkat akademis.  

Saya pun jadi bertanya-tanya, apakah perspektif UI, baik rektorat maupun mahasiswa, sudah sangat begitu politisnya? Pertanyaan ini jadi semakin relevan mengingat di level dosen, UI pun ada oknum yang ternyata lebih produktif menjadi buzzer politik ketimbang pengajar.

Unggahan di media sosialnya terkait politik praktis lebih produktif ketimbang tulisan akademisnya. Soal kualitas akademis dan kualitas sebagai buzzer pun jadi sangat timpang.

Saya juga mau mengambil contoh rendahnya bobot akademis itu saat heboh soal gambar poster pendaftaran masuk UI. Heboh yang muncul sebulan lalu itu dipicu gambar poster resmi dari UI yang dinilai buruk secara desain visual. Namun, pihak Humas UI mengatakan bahwa poster tersebut sudah melalui kajian akademis yang panjang.

Statement ini jadi menarik untuk dikuliti karena disampaikan oleh institusi pendidikan. Kita pun menunggu agar pihak UI membuktikan transparansi soal kajian akademisnya tentang poster itu secara terbuka. Ini sebagai bahan untuk mencerdaskan publik.

Jika basis data kajian akademis itu tak dibuktikan, publik bisa saja menduga bahwa poster heboh UI itu hanya gimmick receh yang minim substansi dan hanya untuk mencuri atensi. Padahal, sebagai institusi pendidikan terkemuka, atensi hanya bisa diperoleh lewat kualitas akademik yang paripurna.

Perbandingan soal respons isu 'Jokowi King of Lip Service' versus isu jebloknya peringkat UI sejatinya menjadi salah satu cermin problematika bangsa secara umum. Bangsa ini terbukti masih terjebak pada isu yang sangat sempit. Sedangkan, isu yang lebih strategis dan substantif masih sangat dangkal untuk dibahas.

Tak heran, bangsa ini semakin ditinggalkan bangsa lain yang terus melaju. Kita masih jago berkelahi antarsesama anak bangsa, tapi memble saat bersatu melawan bangsa lain. Jadi, tak heran saat bangsa lain sudah berlomba untuk mendarat di Mars, kita malah memakai mesin waktu kembali bertikai membenturkan Pancasila dengan agama.

Tak heran, Bung Karno pernah berucap, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."

Menyedihkan.....

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement